Setelah empat tahun UU 6/2016 wacana Desa berlaku, mudah Badan Permusyawaratan Desa (BPD) atau nama lain tidak terurus dengan serius oleh pejabat yang bertanggung jawab atas keberadaannya. Hal ini mengesankan adanya kesengajaan dan upaya secara sistemik melemahkan keberadaan BPD sebagai bab dari Sistem Pemerintahan di Desa.
Pengesanan tersebut sanggup kita cermati indikatornya sebagai berikut:
Sumber http://risehtunong.blogspot.com
Pengesanan tersebut sanggup kita cermati indikatornya sebagai berikut:
- BPD di kasih insentif yang sangat rendah, bahkan sangat tidak berkelayakan bagi sebuah institusi pemerintahan dalam sistem ketatanegaraan NKRI.
- BPD hampir tidak pernah ditingkatkan kapasitasnya dalam bentuk pembinaan dan pelatihan.
- BPD oleh para pejabat yang berwenang lebih ditekankan pada posisi kemitraan pemerintah desa, bukan pada fungsi anggaran, fungsi legeslasi, dan fungsi aspirasi.
Akibat dari tiga indikator di atas, antara lain:
- BPD dihargai sangat rendah oleh Pemerintah Desa.
- BPD rendah daya awas dan kontrolnya terhadap Pemdes.
- Tidak tercapainya keseimbangan kekuatan antara BPD dan Pemdes.
- BPD laksana pemanis semata bagi Pemdes.
- Anggota BPD menjadi pesimis dalam menjalankan tupoksinya.
Solusi terhadap kasus ini adalah:
- Pemberian insentif dan derma kepada BPD yang ideal, yaitu setidaknya 50% dari siltap perangkat desa per bulan.
- Tersedianya anggaran operasional yang memadahi.
- Adanya kantor tersendiri dengan sarana pendukung yang mencukupi.
- Pembinaan dan pembinaan dalam rangka peningkatan kapasitasnya sebagai BPD.
- BPD sangat perlu membentuk atau membangun sistem jaringan dan info baik lokal, terlebih nasional.
Penulis: Nur Ruziq - Sumber: http://sungaibuluhungarnews.com/upaya-pelemahan-bpd/
No comments:
Post a Comment