Masa kampanye Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden telah berakhir, Sabtu 13 April 2019 jam 24.00 WIB. Kampanye dalam bentuk debat calon Presiden dan Wapres yang diselenggarakan KPU RI selama 5 kali, sungguh menarik dan memperlihatkan citra yang baik atas kedua kandidat pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden. Debat pamungkas yang diselenggarakan KPU RI di Hotel Sultan Jakarta, Sabtu 13 April 2019, jam 20.00 – 22.30 WIB pada sesi closing statemen, sangat menarik dan penting untuk ditanggapi.
Sumber http://risehtunong.blogspot.com
Dalam sesi tersebut, Calon Presiden No Urut 02 (Prabowo Subianto) menyatakan bahwa dirinya mengaku sebagai salah satu inisiator UU Desa. Begini pernyataannya,“…hanya untuk keterangan bahwa undang-undang desa itu bahwasanya sudah ada sebelum Bapak jadi presiden, dan itu salah satu inisiatornya yaitu saya sendiri, sebagai ketua umum HKTI, dan itu ada rekaman, semuanya ada, dan alhamdulillah itu sudah digolkan, dan itu yaitu hak rakyat, dan itu tidak perlu dipolitisasi, itu yaitu hak rakyat di desa,…”. Kami sebagai warga negara yang sedang mengikuti program debat tersebut melalui siaran TV dan livestreaming, terkejut dengan pernyataan tersebut, alasannya yaitu kami yaitu bab dari masyarakat sipil yang terlibat aktif dalam pembahasan RUU Desa.
Kami para pegiat pembaharuan desa yang terlibat eksklusif dalam pembahasan UU Desa, menjadi terusik dan saling cek maupun mengusut kembali dokumen risalah sidang pembahasan RUU Desa di rapat-rapat Pansus RUU Desa dan sidang Paripurna dewan perwakilan rakyat RI tanggal 18 Desember 2013. Berpijak pada hasil penelusuran dan investigasi dokumen-dokumen penting di seputar sejarah pembahasan RUU Desa tersebut, kami terpanggil dan berkewajiban secara watak untuk menanggapi pernyataan tersebut. Kami penting menjelaskan dan menginformasikan mengenai sejarah UU Desa kepada public, supaya kerja-kerja kolektif dalam menginisiasi dan membahas RUU Desa ini tidak dinarasikan ke dalam klaim gagasan dan kerja individual atau kelompok tertentu.
Lahirnya UU Desa yaitu sejarah panjang yang penuh liku. Pada tahun 2005 pemerintah dan dewan perwakilan rakyat RI sepakat untuk memecah UU 32/2004 menjadi tiga UU, yaitu UU Pemerintahan Daerah, UU Pilkada Langsung dan UU Desa. Tahun 2006, kerjasama Diten PMD dan Forum Pengembangan Pembaharuan Desa (gabungan antara IRE Yogyakarta, STPMD "APMD", Gita Pertiwi, dan beberapa forum lain, serta beberapa individu yang tergabung di dalamnya menyerupai Ari Dwipayana, Arie Djito, Bambang Hudayana, Haryo Habirono, Diah Y. Suradireja, Rossana Dewi, Widyo Hari, dll meneruskan diskusi dan kajian, yang secara resmi pada Januari 2007 mulai menyusun Naskah Akademik RUU Desa. NA didiskusikan dengan para pihak, baik pegiat maupun Asosiasi Desa, di banyak kota dan pelosok. NA selesai pada bulan Agustus 2007, dan disusul dengan drafting RUU Desa.
Di dikala pembahasan RUU Desa di badan pemerintah yang sangat panjang, para pegiat desa terus melaksanakan diskusi dan agresi di lapangan. Kami contohnya banyak bicara soal “satu desa, satu rencana dan satu anggaran”, sembari menambah haluan baru, yang tidak hanya masuk ke ranah gerakan sosial tetapi juga harus masuk ke politik. Pada 2009, pegiat desa mendukung caleg Budiman Sujatmiko (PDI Perjuangan) di Dapil Cilacap-Banyumas, yang mengusung RUU Desa. Setelah masuk ke Senayan, Budiman menjadi jangkar politik bagi pegiat desa, contohnya mempertemukan pegiat desa dengan Komisi II secara institusional dan personal. Budiman punya tugas memindahkan warta desa dari pinggiran ke sentra kekuasaan di Senayan.
Di dikala pembahasan RUU Desa di badan pemerintah yang sangat panjang, para pegiat desa terus melaksanakan diskusi dan agresi di lapangan. Kami contohnya banyak bicara soal “satu desa, satu rencana dan satu anggaran”, sembari menambah haluan baru, yang tidak hanya masuk ke ranah gerakan sosial tetapi juga harus masuk ke politik. Pada 2009, pegiat desa mendukung caleg Budiman Sujatmiko (PDI Perjuangan) di Dapil Cilacap-Banyumas, yang mengusung RUU Desa. Setelah masuk ke Senayan, Budiman menjadi jangkar politik bagi pegiat desa, contohnya mempertemukan pegiat desa dengan Komisi II secara institusional dan personal. Budiman punya tugas memindahkan warta desa dari pinggiran ke sentra kekuasaan di Senayan.
Perjuangan RUU Desa tambah kenceng sesudah lahir Parade Nusantara (2009) di bawah pimpinan Sudir Santosa, dan Budiman juga hadir sebagai pembinanya. Parade terus menerus melaksanakan desakan kepada pemerintah supaya menuntaskan pembahasan RUU Desa. Desakan paling seru terjadi di antara bulan September sampai Desember 2011, yang kemudian Presiden SBY mengeluarkan ampres RUU Desa pada Januari 2012. dewan perwakilan rakyat RI lantas membentuk Pansus RUU Desa yang dipimpin oleh Ketua Akhmad Muqowam (PPP), serta wakil ketua Budiman Sujatmiko (PDI Perjuangan), Khatibul Umam Wiranu (Demokrat), Ibnu Mundzir (Golkar).
Ketua Akhmad Muqowam begitu piawai, dengan politik jalan miring, mampu melaksanakan konsolidasi yang solid terhadap 30 anggota Pansus RUU Desa. Mereka semua bersepakat bahwa RUU Desa harus ditempuh dengan cara menanggalkan politik kepartaian, sembari mengutamakan politik kenegaraan dan politik kerakyatan.
Dalam pembahasan RUU Desa, Dana Desa (DD) memang yang paling panjang dan seru, mengundang pro dan kontra. dewan perwakilan rakyat pernah meminta kepada pemerintah wacana data makro uang yang masuk desa, tetapi pemerintah tidak menyediakan. Karena itu Ganjar Pranowo meminta kepada Sutoro Eko (sekarang Ketua STPMD ”APMD) untuk mengumpulkan data mikro uang desa. Sutoro Eko bersama tim Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa "APMD" beserta jaringan bergerak melaksanakan pengumpulan data dengan survei. Berdasarkan basis data 2011, survei memperlihatkan bahwa rata-rata desa mendapatkan uang sebesar 1,040 M pe tahun, tentu dengan sumber yang bermacam-macam, dan 76% di antaranya dari pemerintah pusat. Data ini yang dijadikan basis dan pegangan bagi Pansus.
Pembicaraan wacana dana desa memang dinamis. Ada anggota Pansus yang hanya bicara “satu desa, satu milyar”, ada pula yang bicara dengan data dan argumen. Pihak Kementerian Keuangan dan Bappenas selalu keberatan. Budiman bicara soal “kombinasi cash transfer dan demokrasi lokal akan memperbanyak kelas menengah desa”.
Pada tanggal 30 September 2013, terjadi diskusi yang menarik di ruang meeting Ketua dewan perwakilan rakyat RI. Dalam pertemuan itu hadir 9 anggota Pansus/Panja, Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri, pejabat Bappenas, dan rapat dipimpin oleh Ketua Marzuki Alie (Demokrat). Kemenkeu dan Bappenas keberatan dengan dana desa. Menteri Dalam Negeri dan Ketua Akhmad Muqowam bermain manis untuk meng-goal-kan Dana Desa. Mendagri Gamawan Fauzi berujar: “Saya baiklah dana desa, asalkan satu pintu, tidak ada lagi proteksi eksklusif masyarakat”. Ketua dewan perwakilan rakyat dengan sangat tegas “marah” pada menteri yang menolak dana desa, sembari menyampaikan bahwa “kalau untuk rakyat kita harus wujudkan, Presiden SBY sudah setuju”.
Hari-hari berikutnya banyak diisi diskusi mengenai formula dana desa. Dalam sidang di bulan November, dua orang anggota Pansus (tidak usah saya sebut namanya), berujar: “pokoknya satu desa, satu M”. Menanggapi hal ini Ketua Akhmad Muqowam menjawab: “Kalau hanya bicara satu desa satu M, semua orang juga bisa. Kita semua sudah sepakat dana desa. Kita kini sedang merumuskan formula dan pasal dana desa yang tepat”.
Formula ini memang susah. Kami melaksanakan exersice sejumlah formula tetapi belum sepakat. Pada tanggal 12 malam sampai 13 Desember 2013 pagi, Raker Mendagri bersama Pansus sungguh bersejarah. Dari banyak sekali gagasan yang diperdebatkan, muncul tawaran rumusan dari Dr. AW Thalib (PPP), sebagai berikut: “Besaran alokasi anggaran yang peruntukannya eksklusif ke Desa ditentukan 10% (sepuluh perseratus) dari dan di luar dana Transfer Daerah (on top) secara bertahap. Usulan ini diterima oleh sidang dan dijadikan klarifikasi Pasal 72 ayat (2) wacana dana desa.
Pertemuan itu juga menyepakati untuk menyudahi pembahasan RUU Desa dan 18 Desember 2013 untuk Sidang Paripurna. Alhamdulillah, 18 Desember 2013, Sidang Paripurna dewan perwakilan rakyat RI yang dipimpin oleh Priyo Budi Santosa, menetapkan UU Desa. Pada sidang ini, FPD mengerahkan sekitar 3000 pamong desa. Sebagian di Fraksi balkon, sebagian besar di jalan depan gedung dewan perwakilan rakyat RI. Mereka sujud syukur begitu Sidang Paripurna menetapkan UU Desa, dan kemudian disahkan oleh Presiden SBY menjadi UU No. 6/2014 pada 15 Januari 2014.
Release Media - Perkumpulan Badan Hukum Jarkom Desa.
No comments:
Post a Comment