Cara Menanamkan Nilai Karakter dalam Pembelajaran Matematika - Pendidikan aksara bekerjsama sanggup diintegrasikan kedalam setiap mata pelajaran, termasuk mata pelajaran matematika. Pergeseran pandangan dalam pembelajaran matematika dari sekedar berguru matematika secara prosedural menuju berguru berpikir secara matematik, akan menggiring pada ketercapaian tujuan nasional kita lantaran pembelajaran matematika tidak hanya untuk mendukung pengembangan ranah kognitif saja tetapi juga untuk membuatkan ranah afektif. Sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 3 Undang-Undang No 20 Tahun 2003 perihal Sistem Pendidikan Nasional, yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi membuatkan kemampuan dan membentuk aksara serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Dengan demikian, pembelajaran matematika sanggup dijadikan media dan wahana untuk pembentukan aksara akseptor didik.
Banyak cara yang sanggup dilakukan dalam membangun aksara bangsa melalui pembelajaran matematika, yaitu:
1. Penanaman Nilai
Banyak cara yang sanggup dilakukan dalam membangun aksara bangsa melalui pembelajaran matematika, yaitu:
1. Penanaman Nilai
Membangun aksara sanggup dilakukan dengan menanamkan nilai-nilai dalam pembelajaran matematika kepada siswa, sehingga memiliki dampak yang baik pada kehidupan sehari-hari. Agar nilai-nilai itu bermakna bagi siswa, guru harus memenuhi beberapa prasyarat, antara lain:1) bisa memahami materi
pembelajaran matematika dan mendukung kemampuan-kemampuan atau sikap-sikap yang akan ditumbuhkembangkan; 2) bisa merumuskan nilai yang dikembangkan melalui kalimat pendek yang sarat makna; 3)mampu mengarahkan/mengajarkan bahan dengan memakai contoh-contoh kontekstual yang sanggup dianalisis sesuai dengan nilai yang dikembangkan; 4) bisa menjelaskan akhir dari penyimpangan nilai-nilai yang dikembangkan baik secara teoritis maupun aplikasinya di masyarakat.
Baca Juga: Penanaman Karakter Berbasis Proses Pembelajaran Matematika
2. Keteladanan Guru
Karakter siswa yang tercermin dalam sikap sanggup terbentuk dari proses menggandakan melalui proses melihat, mendengar, dan mengikuti. Oleh lantaran itu, membangun aksara tidak sanggup dilakukan dengan menawarkan bahan atau pengetahuan perihal karakter, tetapi lebih ditekankan pada praktek pribadi oleh guru (pendidik) biar dicontoh/diteladani oleh siswa (peserta didik). Tugas seorang guru bukan hanya menciptakan siswanya menjadi pandai, tetapi juga membekali mereka dengan nilai-nilai kehidupan untuk mempersiapkan dalam menghadapi tantangan masa depan.
3. Pembiasaan
Membangun aksara sanggup dilakukan dengan pola pembiasaan. Karakter tidaklah terjadi secara instan, tetapi perlu waktu panjang dalam prosesnya. Pola penyesuaian dilakukan dengan mengulang-ulang nilai yang akan diinternalisasikan dalam diri siswa melalui perilaku. Tentu saja sikap tersebut harus diperkenalkan secara sedikit demi sedikit dan dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Pembiasaan tidak akan terealisasi tanpa ada keteladanan.
4. Koreksi atau Kontrol
Agar aksara yang dibangun tetap berada pada arah yang benar perlu alat yang efektif berupa koreksi/kontrol. Konsekuensi dari koreksi ini yaitu berupa reward (penghargaan) dan punishment (sanksi). Penghargaan diberikan kepada yang berprestasi sebagai penyemangat/motivator untuk menjadi lebih baik lagi sekaligus sebagai pola bagi yang lain. Sedangkan hukuman bagi yang melanggar dimaksudkan untuk mencegah terjadinya hal-hal jelek ke tingkat yang lebih parah.
Baca Juga: Penanaman Karakter Berbasis Bahan Ajar Matematika
Sumber:
Rohana. 2012.Peran Pendidikan Matematika Sebagai Wahana Pembangun Karakter Bangsa. Makalah dipresentasikan dalam Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika dengan tema ” Kontriibusi Pendidikan Mattemattiika dan Matemattika dalam Membangun Karakter Guru dan Siswa" pada tanggal 10 November 2012 di Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY
No comments:
Post a Comment