Tentang Permainan Tradisional - Permainan tradisonal merupakan simbolisasi dari pengetahuan yang turun temurun dan mempunyai majemuk fungsi atau pesan di baliknya, di mana pada prinsipnya permainan anak tetap merupakan permainan anak. Dengan demikian bentuk atau wujudnya tetap menyenangkan dan menggembirakan anak sebab tujuannya sebagai media permainan. Aktivitas permainan yang sanggup berbagi aspek-aspek psikologis anak sanggup dijadikan sarana berguru sebagai persiapan menuju dunia orang dewasa.
Permainan tradisional merupakan warisan antar generasi yang mempunyai makna simbolis di balik gerakan, ucapan, maupun alat-alat yang digunakan. Pesan-pesan tersebut bermanfaat bagi perkembangan kognitif, emosi dan sosial anak sebagai persiapan atau sarana berguru menuju kehidupan di masa dewasa. Pesatnya perkembangan permainan elektronik menciptakan posisi permainan tradisional semakin tergerus dan nyaris tak dikenal. Memperhatikan hal tersebut perlu usaha-usaha dari banyak sekali pihak untuk mengkaji dan melestarikan keberadaannya melalui pembelajaran ulang pada generasi kini melalui proses modifikasi yang diadaptasi dengan kondisi kini (Elly Fajarwat, 2008: 2)
Permaianan dipakai sebagai istilah luas yang meliputi jangkauan acara dan prilaku yang luas serta mungkin bertindak sebagai ragam tujuan yang sesuai dengan usia anak. Menurut Pellegrini (1991: 241) dalam Naville Bennet (1998: 5-6) bahwa permainan didefinisikan berdasarkan tiga matra sebagai berikut; (1) permainan sebagai kecendrungan, (2) permainan sebagai konteks, dan (3) permainan sebagai prilaku yang sanggup diamati.
Permainan tidak lepas dari pada adanya acara bermain anak, sehingga istilah bermain sanggup dipakai secara bebas, yang paling sempurna yaitu setiap acara yang dilakukan untuk kesenangan yang ditimbulkan, bermain dilakukan secara suka rela oleh anak tanpa ada pemaksaan atau tekanan dari luar. Menurut Elizabeth B, H (2006: 320), secara garis besar sanggup dibagi menjadi dua kategori yaitu aktif dan pasif
Permainan dikonseputulkan sebagai gerakan maju mundur yang berkesinambungan menyingkapkan kebutuhan intelektual dan emosional anak diantara fantasi dan realitas. Hal ini sesuai dengan tradisi psikoanalitik Sigmund Freud dan Melanie Klein yang menegaskan bahwa permainan simbolik dan fantasilah yang terutama mempunyai fungsi katarsis dan memampukan anak untuk mengatasi dilema emosional yang mendalam, konflik batin dan kecemasan. Dengan ini bahwa permainan dalam pendidikan sanggup berbagi kemampuan anak untuk mengendalikan prilaku mereka dan mendapatkan keterbatasan di dunia konkret serta melanjutkan perkembangan ego dan pemahaman atas realitas (Bennet, 1998: 3)
Menurut Mulyadi (2004: 30) bermain secara umum sering dikaitkan dengan acara bawah umur yang dilakukan secara impulsif yang terdapat lima pengertian bermain:
1) Sesuatu yang menyenangkan dan mempunyai nilai intrinsik pada anak.
2) Tidak mempunyai tujuan ekstrinsik, motivasinya lebih bersifat intrinsik.
3) Bersifat impulsif dan sukarela, tidak ada unsur keterpaksaan dan bebas dipilih oleh anak serta melibatkan tugas aktif keikutsertaan anak.
4) Memiliki relasi sistematik yang khusus dengan seuatu yang bukan bermain, ibarat kreativitas, pemecahan masalah, berguru bahasa, perkembangan sosial.
Oleh sebab itu, bahwa permainan tradisional disini yaitu permainan bawah umur dari materi sederhana sesuai aspek budaya dalam kehidupan masyarakat (Sukirman D, 2008:19). Permainan tradisional juga dikenal sebagai permainan rakyat merupakan sebuah acara rekreatif yang tidak hanya bertujuan untuk menghibur diri, tetapi juga sebagai alat untuk memelihara relasi dan kenyamanan sosial.
Dalam hal ini, permainan merupakan alat bagi anak untuk menjelajahi dunianya, dari yang tidak ia ketahui hingga pada yang ia ketahui dan dari yang tidak sanggup diperbuatnya, hingga bisa melakukannya. Dengan demikian bermain suatu kebutuhan bagi anak. Dengan merancang pelajaran tertentu untuk dilakukan sambil bermain yang sesui dengan taraf kemampuannya. Kaprikornus bermain bagi anak mempunyai nilai dan ciri yang penting dalam kemajuan perkembangan kehidupan sehari-hari termasuk dalam permainan tradisional (Cony S. 2008: 22)
Menurut Bennet (1998:46) dengan ini diperlukan bahwa permainan dalam penddikan untuk anak usia dini ataupun anak sekolah terdapat pandangan yang terang wacana kualitas belajar, hal ini diindikasikan sebagai berikut:
Menurut Sutton-Smith dalam Elizabeth B.H (1978: 322) “bermain dengan permainan bagi anak terdiri atas empat mode dasar yang menciptakan anak mengetahui wacana dunianya, meniru, eksplorasi, menguji dan membangun”.
Sumber: Moh Arif.2009. IMPLEMENTASI CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) PADA PEMBELAJARAN SAINS MELALUI PERMAINAN TRADISIONAL DI MIN KAUMAN JOMBANG. Tesis UNY: Tidak diterbitkan
Sumber http://www.tipsbelajarmatematika.com
Permainan tradisional merupakan warisan antar generasi yang mempunyai makna simbolis di balik gerakan, ucapan, maupun alat-alat yang digunakan. Pesan-pesan tersebut bermanfaat bagi perkembangan kognitif, emosi dan sosial anak sebagai persiapan atau sarana berguru menuju kehidupan di masa dewasa. Pesatnya perkembangan permainan elektronik menciptakan posisi permainan tradisional semakin tergerus dan nyaris tak dikenal. Memperhatikan hal tersebut perlu usaha-usaha dari banyak sekali pihak untuk mengkaji dan melestarikan keberadaannya melalui pembelajaran ulang pada generasi kini melalui proses modifikasi yang diadaptasi dengan kondisi kini (Elly Fajarwat, 2008: 2)
Permaianan dipakai sebagai istilah luas yang meliputi jangkauan acara dan prilaku yang luas serta mungkin bertindak sebagai ragam tujuan yang sesuai dengan usia anak. Menurut Pellegrini (1991: 241) dalam Naville Bennet (1998: 5-6) bahwa permainan didefinisikan berdasarkan tiga matra sebagai berikut; (1) permainan sebagai kecendrungan, (2) permainan sebagai konteks, dan (3) permainan sebagai prilaku yang sanggup diamati.
Permainan tidak lepas dari pada adanya acara bermain anak, sehingga istilah bermain sanggup dipakai secara bebas, yang paling sempurna yaitu setiap acara yang dilakukan untuk kesenangan yang ditimbulkan, bermain dilakukan secara suka rela oleh anak tanpa ada pemaksaan atau tekanan dari luar. Menurut Elizabeth B, H (2006: 320), secara garis besar sanggup dibagi menjadi dua kategori yaitu aktif dan pasif
Permainan dikonseputulkan sebagai gerakan maju mundur yang berkesinambungan menyingkapkan kebutuhan intelektual dan emosional anak diantara fantasi dan realitas. Hal ini sesuai dengan tradisi psikoanalitik Sigmund Freud dan Melanie Klein yang menegaskan bahwa permainan simbolik dan fantasilah yang terutama mempunyai fungsi katarsis dan memampukan anak untuk mengatasi dilema emosional yang mendalam, konflik batin dan kecemasan. Dengan ini bahwa permainan dalam pendidikan sanggup berbagi kemampuan anak untuk mengendalikan prilaku mereka dan mendapatkan keterbatasan di dunia konkret serta melanjutkan perkembangan ego dan pemahaman atas realitas (Bennet, 1998: 3)
Menurut Mulyadi (2004: 30) bermain secara umum sering dikaitkan dengan acara bawah umur yang dilakukan secara impulsif yang terdapat lima pengertian bermain:
1) Sesuatu yang menyenangkan dan mempunyai nilai intrinsik pada anak.
2) Tidak mempunyai tujuan ekstrinsik, motivasinya lebih bersifat intrinsik.
3) Bersifat impulsif dan sukarela, tidak ada unsur keterpaksaan dan bebas dipilih oleh anak serta melibatkan tugas aktif keikutsertaan anak.
4) Memiliki relasi sistematik yang khusus dengan seuatu yang bukan bermain, ibarat kreativitas, pemecahan masalah, berguru bahasa, perkembangan sosial.
Oleh sebab itu, bahwa permainan tradisional disini yaitu permainan bawah umur dari materi sederhana sesuai aspek budaya dalam kehidupan masyarakat (Sukirman D, 2008:19). Permainan tradisional juga dikenal sebagai permainan rakyat merupakan sebuah acara rekreatif yang tidak hanya bertujuan untuk menghibur diri, tetapi juga sebagai alat untuk memelihara relasi dan kenyamanan sosial.
Dalam hal ini, permainan merupakan alat bagi anak untuk menjelajahi dunianya, dari yang tidak ia ketahui hingga pada yang ia ketahui dan dari yang tidak sanggup diperbuatnya, hingga bisa melakukannya. Dengan demikian bermain suatu kebutuhan bagi anak. Dengan merancang pelajaran tertentu untuk dilakukan sambil bermain yang sesui dengan taraf kemampuannya. Kaprikornus bermain bagi anak mempunyai nilai dan ciri yang penting dalam kemajuan perkembangan kehidupan sehari-hari termasuk dalam permainan tradisional (Cony S. 2008: 22)
Menurut Bennet (1998:46) dengan ini diperlukan bahwa permainan dalam penddikan untuk anak usia dini ataupun anak sekolah terdapat pandangan yang terang wacana kualitas belajar, hal ini diindikasikan sebagai berikut:
- Gagasan dan minat anak merupakan sesuatu yang utama dalam permainan
- Permainan menyediakan kondisi yang ideal untuk mempelajari dan meningkatkan mutu pembelajaran.
- Rasa mempunyai merupakan hal yang pokok bagi pembelajaran yang diperoleh melalui permainan.
- Pemebelajaran menjadi lebih relevan jikalau terjadi atas inisiatif sendiri.
- Anak akan mempelajarai cara berguru dengan permainan serta cara mengingat pelajaran dengan baik
- Pembelajaran dengan permainan terjadi dengan gampang, tanpa ketakutan.
- Permainan mumudahkan para guru untuk mengamti pembelajaran yang sebetulnya dan siswa akan mengalami berkurangnya putus asa berguru
Menurut Sutton-Smith dalam Elizabeth B.H (1978: 322) “bermain dengan permainan bagi anak terdiri atas empat mode dasar yang menciptakan anak mengetahui wacana dunianya, meniru, eksplorasi, menguji dan membangun”.
Sumber: Moh Arif.2009. IMPLEMENTASI CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) PADA PEMBELAJARAN SAINS MELALUI PERMAINAN TRADISIONAL DI MIN KAUMAN JOMBANG. Tesis UNY: Tidak diterbitkan
No comments:
Post a Comment