Aku berlari menyerupai atlet, bukan untuk mengejar mimpi, cinta, atau rezeki, tapi mengejar pintu gerbang sekolahku yang lima menit lagi akan ditutup. Untungnya gerbang masih terbuka. Senin, hari yang menyebalkan bagiku alasannya yaitu saya belum dapat move on dari hari Minggu. Oh ya, namaku Dealova Tribelty, Dea singkatnya. Aku siswa kelas 12 IPA 1.
“Selamat pagi guys, saya nggak telat kan ?” tanyaku pada Alex dan Exel dengan nafas terengah-engah.
“Nggak Dea, walaupun kau telat saya selalu setia nunggu kau untuk tepat” kata Alex.
“Dasar Baper.” jawabku dengan kesal.
“Btw, rumah kau jaraknya 1km dari sekolah, kecepatan jalanmu 100m/menit, setidaknya cuma butuh waktu 10 menit, kok dapat hampir telat ?” sambung Exel.
“Aduh, gima saya gak telat coba kalau berdiri aja jam 6:45.” Jelasku pada Excel.
Yah, itulah dua sahabat laki-lakiku Alex Albarokah dan Muhammad Excel. Mereka memang sobat dekatku, tapi kita temenan sehat bukan friendzone atau TTM ala cukup umur kekinian.
Alex si Baper alias bawa perasaan dan Excel si Bapel alias bawa pelajaran. Mereka memang sering beradu argumen alasannya yaitu perbedaan prinsip yaitu antara yang meninggikan pelajaran dan yang mengatasnamakan perasaan.
..............................∞...................................
Akhirnya usai juga pelajaran matematika, saya pun dapat menyegarkan otakku dari bayangan angka-angka matematika yang beranak banyak tanpa KB.
“Huah, balasannya berakhir juga episode angka dan rumus pagi ini.” ucapku lega.
“Gak boleh gitu Dea, berguru rumus kan penting untuk menemukan jawaban pada soal matematika” sangkal Excel.
“Tapi rumus gak dapat juga nemuin jawaban gimana perasaan beliau ke aku.” kritik alex.
Aku hanya tersenyum dan geleng-geleng mendengarkan mereka.
Jam istirahat pun berakhir, Bu Aisyah guru PAI kami telah memasuki kelas bersama seorang murid pria yang seragamnya berbeda dengan kami semua.
Baca Juga : Cerpen Ayah - Untuk Ayah Karena Allah
“Halo semuanya, perkenalkan nama saya Reza Deloza. Semoga kalian dapat membantu saya untuk menyeseuaikan diri di sekolah ini, terima kasih.” Jelas murid gres itu.
“Baiklah Reza, kau boleh duduk disebelah sana”. Kata bu Aisyah.
Aku terperangah ketika Reza berjalan ke arah dingklik di sebelahku. Kini, saya tak lagi duduk sendiri melainkan bersama Reza. Aku tak dapat lagi menguasai dua kursi dengan meja seluas-luasnya. Aku belum siap punya sobat sebangku alasannya yaitu saya sudah terlalu usang duduk sendiri.
“Salam kenal ya, namamu siapa ?” sapa Reza.
“Dea, Dealova Tribelty” jawab jutekku pada orang baru.
Pelajaran pun dimulai.
“Baiklah belum dewasa hari ini, bahan kita yaitu Ya Tuhan Aku Jatuh Cinta, Bolehkah Aku Pacaran ?” terang Bu Aisyah.
Untung saya gak punya pacar, jadi dapat sembunyi dibalik status jombloku. Setidaknya jomblo tidak terlalu disudutkan dalam pembahasan duduk masalah pacaran dari segi agama.
“Apakah jatuh cinta itu dosa ?” tanya bu Aisya.
“Ya nggaklah bu, secara biologi jatuh cinta itu menawarkan normalnya pertumbuhan dan kejiwaan manusia.” Jawab Excel.
“Lagipula hati diciptakan untuk mencicipi Bu, bila hati dihentikan jatuh hati, apa gunanya hati ? masa cuma buat makan hati” protes Alex.
“Baiklah, jatuh cinta tidak berdosa tapi apakah pacaran itu berdosa ?” tanya Bu Aisyah.
“Dosa Bu, alasannya yaitu pacaran merupakan hal yang mendekati zina dan Tuhan melarang umatnya untuk mendekati zinah sebagaimana firman-Nya dalam SuratAl-Isra ayat 32 yang artinya “dan janganlah kau mensekati zina, bekerjsama zina itu yaitu suatu perbuatan yang keji dan jalan yang jelek .” terang Reza.
“Betul, kemudian apa saja yang tergolong zina ?” tanya Bu Aisyah lagi.
“Rasulullah SAW bersabda “Sesungguhnya Tuhan telah tetapkan bagi anak dan cucu Adam bab dari zina, yang ia niscaya mengetahuinya. Zina mata berupa pandangan, zina mulut berupa ucapan, dan jiwa berharap dan menginginkan. Hadist riwayat Muttafaqun ‘alaihi” Jelas Reza.
Aku jadi kagum pada Reza ketika ia menjawab pertanyaan-pertanyaan Bu Aisyah. Pelajaran pun terus berlanjut dan pembahasan duduk masalah pacaran semakin mendalam.
..............................∞...................................
Berikutnya yaitu pelajaran Bahasa Indonesia. Kesukaannnya Alex alasannya yaitu sesuai dengan prinsip bapernya apalagi kalau bahan puisi dan majas. Hari ini Alex pun mendapat kesempatan untuk membacakan puisinya.
Terpendam
Yang terdalam dan terpendam
Sebuah rasa sembunyi di balik hati
Tak terucap takut ia pergi
Cinta berlindung dibalik mata
Hanya dapat kupandang
Namun ia tak memandang
Cinta terpendam di hati terdalam
..............................∞...................................
Akhirnya bel pulang sekolah tiba, saya berjalan menuju gerbang sekolah, tapi Alex mencegatku didepan kelas.
“Dea, tadi puisi yang saya bacain di kelas yaitu ihwal perasaan saya sama kamu. Aku suka sama kamu. Aku cuma pengen kau tau, soal ini tolong dirahasiakan menyerupai saya merahasiakan perasaanku ke kamu. Aku pulang, bye.”
Aku termenung seribu bahasa menatap kepergian Alex.
..............................∞...................................
Malangnya saya ketika hingga di gerbang sekolah hari pun hujan.
“Dea, ini payung buat kamu. Aku udah dijemput, kau pulangnya hati-hati alasannya yaitu saya juga selalu hati-hati berteman dengan kau hingga balasannya saya jatuh hati. Tapi kau gak usah khawatir hujan hari ini akan menghapus jejak kau dari hati aku.” Ungkap Excel.
Aku jadi bertambah bingung, tapi yah sudahlah kami yaitu orang yang profesional dalam persahabatan.
..............................∞...................................
Di perjalanan pulang, saya bertemu Reza. Ternyata rumah kami satu komplek.
“Reza, kau kok liatin saya teus senyum-senyum gitu ? Apa kau juga pengen nembak saya kaya Alex dan Excel tadi ?” gerutuku.
“Senyum itu sedekah dan ibadah terkecil yang dapat saya lakukan. Lagian Islam menganjurkan untuk melamar bukan menembak” jawab Reza santai.
Mendengar jawabannya saya jadi aib sendiri. Kemudian Reza pun berlalu dan saya tiba di rumah. Aku eksklusif menghampiri diaryku dan menulis.
Baca Juga : Cerpen Kekeluargaan - Seragam
”Diary, Alex dan Excel menyatakan cinta mereka, tapi saya nggak berbunga-bunga alias biasa aja, untunglah saya gak mati alasannya yaitu ditembak dua lelaki sekaligus. Hal itu membuatku paham bahwa pemuda dan cewek gak pernah murni sahabatan, niscaya belakang layar ada yang naruh hati. Wajar sih, tapi saya tetap pada prinsip yaitu CITA-CITA barulah CINTA. Wlaupun pada kenyataannya saya telah jatuh cinta. Cinta pertama pada pandangan pertama pula. Yah, lelaki dengan kulit kuning langsat, tinggi kisaran 170cm, dan rambut ala Imanuel Caesar Hito.
Dia berbeda dari lelaki kekinian yang otaknya hanya dipenuhi dengan duduk masalah hati dan emosi. Dia punya perasaan tapi tidak baper dan bakir dalam pelajaran tapi tidak bapel. Dia tiba dengan keimanan, bagaikan bulan ditengah banyaknya bintang. Aku tulus bila ada yang menjadi pacarnya, tapi suatu ketika akulah yang harus menjadi isterinya (ngarep).
..............................THE_END.......................
Karya : Defa Defana Defiansih
Sumber http://gadgetbatagor.blogspot.com
No comments:
Post a Comment