Kebangkitan Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) sebagai pilar kemandirian ekonomi desa masa depan terus menggelinding dihampir seluruh penjuru Desa yang ada di Indonesia.
Atas bermacam-macam kisah kesuksesan sejumlah BUMDes di banyak sekali daerah dalam menyebarkan dan mengelola potensi desanya, telah memantik semangat dan optimismi desa - desa lainnya untuk berguru pengetahuan cerdasnya.
Berikut sebuah catatan perjalanan optimismi dari para pengelola BUMNag (Badan Usaha Milik Nagari) Sumatera Barat, bersama Tenaga Ahli, Pendamping Desa serta Dinas terkait, ketika mengunjungi sejumlah BUMDes sukses di Yogjakarta dan Jawa Tengah.
Yok...kita ikuti catatan perjalannya.
Dimulai dari Desa Panggungharjo, selepas magrib. Rombongan hingga di sebuah kawasan. Taman yang luas. Hutan yang lebat. Ada empat bangunan utama. Bangunan pertama yang terlihat sehabis turun mobil, musala. Masuk ke dalam, ada tiga ruangan lain. Mirip bangunan tua. Salah satu tidak berdinding, tapi ada atapnya.
“Silakan, eksklusif saja,” kata seorang lelaki muda menyambut rombongan, kemudian menuntun kami ke meja yang penuh berisi hidangan. Sistemnya, prasmanan. Ambil sendiri. Sesukanya. “Selesai diambil, jangan lupa dicatatkan ke mbak di sana ya,” pintanya sembari menunjuk dengan ujung jempol, di sudut depan meja prasmanan. Semua mengiyakan.
Selesai makan, ketika diskusi ihwal BUMDes yang dikelolanya, saya gres menyadari ujung kalimat Eko Pambudi, Direktur BUMDes Panggung Lestari, Desa Panggungharjo, Kec Sewon, Kabupaten Bantul – Yogjakarta, ketika menyambut rombongan dan mempersilakan makan tersebut.
Baca: Kisah Sukses BUMDes Panggung Lestari Desa Panggunghharjo
BUMDes Panggung Lestari didirikan Maret 2013. Diawal kehadirannya, Bumdes ini mengelola sampah. Masyarakat yang selama ini bebas membuang sampah begitu saja, sekarang justru sanggup menghasilkan uang dari sampah tersebut. Lingkungan pun menjadi bersih, dan melibatkan secara eksklusif 20 orang tenaga kerja.
Ruangan yang ditempati ketika itu, yaitu bangunan yang sengaja disediakan untuk tamu yang dijamu di Bumdes Panggung Lestari. Bedanya, makanan yang disuguhkan tersebut, harus dibayar oleh tamu sendiri. Tidak disediakan oleh tuan rumah.
“Kenapa tamu yang bayar, mas? Kok bukan jamuan tuan rumah?” tanya saya, disela-sela silaturrahmi tersebut.
Ia tersenyum. Lalu memandang sebentar ke arah Kepala Desa Wahyudi Anggoro Hadi, S. Farm, Apt, yang gres saja ditetapkan sebagai Kepala Desa Terbaik Indonesia. Disaat bersamaan, kemudian mereka memandang ke Staf Khusus Kebijakan Strategis Kemendes PDTT H. Febby Datuk Bangso.
“Kalau semua tamu yang tiba ke sini, kami yang membiayai, mana sanggup kami?” kata Eko Pambudi.
Benar juga dia. Lalu Eko buka kartu. Ia sudah mengikrarkan, tidak akan ikut mengintai jabatan Kepala Desa. Ia dan pengelola BUMDes Panggung Lestari sudah bersepakat untuk bekerja fokus di BUMDes. Fokus bekerja di Bumdes. Tak akan berpaling ke tempat lain.
Salah satu unit perjuangan BUMDes Panggung Lestari, rumah makan dengan konsep taman. Arealnya sangat luas. Dikelilingi taman yang hijau. Bahan yang dipakai untuk rumah makan tersebut berasal dari masyarakat. Bumdes Panggung Lestari menunjukkan standar beras, sayur, ikan dan apa pun hasil panen masyarakat. Hasil panen tersebut dibeli dengan harga pantas, sedikit di atas harga pasar.
“Kalau ada yang bekerja sebagai karyawan di unit usaha, kami akan terima sesuai kebutuhan. Tak ada batasan usia. Tak butuh ijazah apa pun. Pokoknya sanggup bekerja dan komit dengan aturan,” kata Eko sembari menyebutkan, untuk unit perjuangan rumah makannya ini saja sudah menunjukkan laba di atas Rp 100 juta perbulan. Artinya, belum tuntas 2018, perjuangan ini sudah menembus laba di atas satu miliar. Angka tersebut melampaui pencapaian tahun lalu.
Yani Setiadi, Sekdes Ponggok, mengakui Bumdes Tirta Mandiri yang ada di desanya memberlakukan makan, minum dan snack yang didanai sendiri oleh tamu. Kalau tamunya satu dua orang, tak ada masalah, tetapi tamu yang tiba setiap hari mencapai puluhan hingga ratusan orang.
“Makan, minum dan snack yang disediakan sesuai dengan pesanan tamu tersebut,” kata Yani Setiadi, sembari menyebutkan, semuanya dikelola unit perjuangan catering. Ia menyebutkan, dari unit perjuangan ini saja, selain sanggup mempekerjakan banyak warga desanya, juga telah menghasilkan laba hingga triwulan III miliaran rupiah.
Ketua Forum Bumdes Indonesia H. Febby Datuk Bangso, menilai yang dilakukan kedua Bumdes tersebut, juga oleh Bumdes lain, merupakan hal biasa. Bumdes tersebut mengemas dengan format wisata.
“Langkah mereka yaitu cara cerdas dalam menyikapi kehadiran tamu untuk menimba ilmu di Bumdes mereka, sehingga dikembangkan dengan konsep wisatanya,” kata laki-laki yang dekat disapa Datuk Febby ini.
Menurutnya, langkah cerdas tersebut tidak akan sanggup dilakukan jikalau tidak ada derma penuh dari kepala desa dan perangkatnya, pengelola Bumdes mau pun masyarakat. Kalau pun pengelola Bumdes menjalankan unit perjuangan tersebut, sementara lingkungannya tidak merespon, diyakini pengelola Bumdes akan menemukan jalan buntu.
Ia menunjukkan apresiasi penuh terhadap langkah tersebut. Ia juga mengimbau semoga perangkat desa menyebabkan langkah Bumdes tersebut sebagai inspirasi.
Ia juga berharap semoga wali nagari, perangkat nagari, Banmus dan masyarakat bergandengan tangan untuk mewujudkan harapan serupa sehingga menunjukkan bantuan konkret untuk pemberdayaan ekonomi di nagari.
Febrian Alyuswar, Kasubit Pengembangan Unit Usaha BUMDes Kemendes PDTT membenarkan. Siapa pun sanggup pula melaksanakan dan menyebarkan perjuangan menyerupai yang dilakukan unit perjuangan di dua BUMDes tersebut.
“Tinggal bagaimana komitmen, kesungguhan dan kepedulian semua pihak, terutama di lingkungan desa dan aparatur pemerintahan hinggga provinsi. Tak ada yang tak mungkin,” katanya. (Firdaus Abie/*)
No comments:
Post a Comment