Menurutnya, infrastruktur tersebut membantu peningkatan produktifitas dan mempermudah susukan pertanian, yang berdampak pada penurunan biaya produksi sampai distribusi.
Hal tersebut dikatakan ketika menjadi keynote speaker pada Konferensi Regional dalam rangka Memperkuat Ketahanan Pangan, Gizi,dan Kesejahteraan Petani Asia Tenggara di Jakarta, Kamis (4/4).
"Karena jikalau tidak ada infrastruktur, setiap hari petani akan mengeluarkan biaya yang sangat tinggi. Dengan adanya infrastruktur, sanggup menurunkan biaya sehingga petani bisa mendapat laba yang lebih banyak," ujarnya.
Terkait infrastruktur tersebut, lanjutnya, Indonesia semenjak tahun 2015 mempunyai kegiatan yang memperlihatkan dana pribadi ke seluruh desa (dana desa). Menurutnya, ketika pertama kali disalurkan dana desa tersebut fokus pada pembangunan infrastruktur.
Tidak sedikit jenis infrastruktur dari dana desa yang membantu peningkatan produksi dan susukan pertanian menyerupai jalan desa, jembatan, jalan pertanian, saluran irigasi, embung, drainase, dan penahan tanah.
"Pertama yang dibangun yakni untuk infrastruktur. Ada banyak infrastruktur yang dibangun untuk mendukung pertanian," ungkapnya.
Di sisi lain, menurutnya, Indonesia juga mempunyai kegiatan Produk Unggulan Kawasan Perdesaan (Prukades), dengan menciptakan klaster-klaster ekonomi perdesaan. Prukades melibatkan 19 kementerian/lembaga terkait, pemerintah daerah, BUMN, dan swasta.
"Desa miskin karen mereka banyak tidak fokus, memperoduksi banyak komoditi sehingga tidak mencukupi skala ekonomi. Mengatasinya, kami punya Prukades untuk menciptakan klaster ekonomi," terangnya.
Eko mengatakan, model pembangunan desa yang diterapkan Indonesia ketika ini telah bisa meningkatkan pendapatan per kapita masyarakat desa, yakni Rp572.586 pada tahun 2013 menjadi Rp804.011 pada tahun 2018.
"Angka stunting juga mengalami penurunan secara signifikan dari 37 Persen pada tahun 2013 menjadi 30 persen pada tahun 2018," ungkapnya (Kemendes PDTT).
No comments:
Post a Comment