Penetapan Fokus atau Masalah Penelitian. Tahapan pertama dalam cuilan penetapan fokus Penelitian Tindakan Kelas ialah tahapan mencicipi adanya duduk kasus dalam pembelajaran. Masalah merupakan kesenjangan antara impian dan kenyataan. Dengan kalimat yang lebih sederhana sanggup dijelaskan bahwa duduk kasus merupakan keadaan atau situasi yang menurut kriteria tertentu tidak memuaskan pikiran dan perasaan yang mendorong seseorang untuk mencari solusi. Kepuasan yang dimaksudkan tentu saja bekerjasama dengan besar kecilnya kesenjangan yang terjadi antara impian dan kenyataan. Masalah dalam pendidikan contohnya impian wacana kondisi pembelajaran yang berkualitas namun tidak tercapai.
Contoh:
Harapan guru ialah siswa tuntas dalam mencar ilmu matematika. Seorang siswa dikatakan tuntas mencar ilmu apabila siswa tersebut contohnya memperoleh nilai tes minimal sebesar 75. Kenyataannya, dalam sebuah tes siswa tersebut memperoleh nilai 45. Jarak yang terlalu jauh antara nilai yang diperoleh siswa dengan impian guru menyerupai ini merupakan sebuah duduk kasus yang harus dipecahkan atau dicari jalan keluarnya.
Masalah lain misalnya, semua guru menginginkan siswa aktif dalam proses pembelajaran matematika yang ditandai dengan aneka macam acara dengan indikator contohnya aktif bertanya, mendengarkan klarifikasi guru, berdiskusi dan menuntaskan soal dengan teman, dll; namun kenyataannya tidak demikian. Kenyataan ini merupakan sebuah duduk kasus yang harus segera diselesaikan.
Sebelum ada duduk kasus yang ditetapkan atau untuk sanggup menemukan adanya masalah, maka perlu ditumbuhkan perilaku dan keberanian guru untuk secara sungguh-sungguh mempertanyakan kualitas pembelajaran yang telah dilakukan (refleksi), menyerupai yang dinyatakan oleh Sagor (2000:p.4) bahwa:” The action research process begins with serious reflection directed toward identifying a topic or topics worthy of a busy teacher’s time. Hal ini berarti, guru harus jujur dengan diri sendiri terhadap praktik pembelajaran yang telah dilakukannya. Sikap jujur sangat dibutuhkan untuk menumbuhkan keinginan untuk memperbaiki diri. Dalam melaksanakan refleksi yang terus menerus terhadap praktik pembelajaran, guru sanggup menciptakan peta permasalahan.
Beberapa seni administrasi sanggup dilakukan guru dalam memutuskan fokus atau duduk kasus penelitian yang akan diselesaikan melalui PTK, yaitu: (1) menggunkana jurnal refleksi atau catatan harian atas praktik pembelajaran yang telah dilakukan ; (2) wawancara dengan pihak-pihak yang bekerjasama dengan duduk kasus contohnya rekan guru, siswa, supervisior atau pengawas dan lain-lain; dan (3) analisis hasil penelitian contohnya studi kasus terkait dengan duduk kasus yang dirasakan.
Dalam upaya mencicipi adanya masalah, dibutuhkan pertanyaan pertanyaan yang perlu dijawab sendiri oleh guru secara jujur. Pertanyaan-pertanyaan tersebut berkhasiat bagi refleksi diri para guru. Pertanyaan-pertanyaan penuntun guru untuk mencicipi adanya duduk kasus terkait dengan penggunaan metode pembelajaran tertentu, misalnya:
- Apakah kualitas siswa yang mengikuti pelajaran dengan metode yang dilakukan selama ini cukup baik ?
- Apakah proses pembelajaran yang dilakukan sudah cukup efektif ?
- Apakah sarana pembelajaran cukup memadai ?
- Apakah hasil pembelajaran cukup berkualitas ?
- dan sebagainya.
Pertanyaan-pertanyaan lainnya yang bekerjasama dengan duduk kasus rendahnya kemampuan penerima didik misalnya:
- Apakah saya terlalu cepat atau terburu-buru menjelaskan konsep A kepada siswa ?
- Apakah saya sudah memperlihatkan pola konsep A dan bukan pola konsep A secara memadai ?
- Apakah selama ini, saya selalu memperlihatkan kesempatan kepada siswa untuk menanyakan materi yang belum mereka pahami ?
- Apakah saya sudah memberi banyak latihan soal kepada siswa, mengoreksi dan mengomentari hasil kerja mereka ?
- Apakah mungkin bahasa yang saya pakai dalam pembelajaran terlalu sulit untuk dicerna para siswa saya ?
- dan sebagainya...
Setelah mencicipi adanya masalah, tahapan selanjutnya ialah mengidentifikasi masalah-masalah dalam pembelajaran yang sangat merisaukan hati guru. Pada tahap ini yang paling penting ialah menghasilkan gagasan-gagasan awal mengenai permasalahan kasatmata yang dialami dalam pembelajaran. Tahap ini disebut dengan tahapan mengidentifikasi permasalahan.
Mengidentifikasi duduk kasus yang dihadapi dalam pembelajaran berarti mentabulasi secara rinci setiap duduk kasus yang muncul dalam kegiatan pembelajaran (Prayitno & Sri Wulandiri, 2010:h.12). Mengidentifikasi duduk kasus yang dihadapi perlu dilakukan secara kolaboratif bersama kolega guru atau kolaborator lain yang sedang melaksanakan PTK, biar diperoleh duduk kasus yang benar-benar krusial dalam pembelajaran. Masalah yang dicermati sanggup berasal dari siswa, guru, media maupun lingkungan.
Contoh identifikasi duduk kasus dalam pembelajaran matematika sekolah dasar misalnya:
- siswa tidak menguasai pembagian yang kesannya merupakan bilangan pecahan
- siswa tidak aktif dalam mengikuti pembelajaran
- daya ingat siswa rendah
- siswa cenderung santai dalam mendapatkan pelajaran
- siswa kurang teliti dalam menuntaskan soal
- siswa mengalami kesulitan dalam melaksanakan pembagian dari bilangan tertentu
- siswa hanya menebak dalam mengubah pecahan biasa menjadi persen
- siswa kesulitan mengalikan pecahan dengan suatu bilangan tertentu
- guru banyak mendominasi kegiatan dalam pembelajaran
Berbagai duduk kasus yang dicontohkan di atas tentu saja disebabkan oleh banyak hal. Masalah yang terjadi pada siswa tersebut muncul dimungkinkan karena:
- siswa belum menguasai pengetahuan prasyarat untuk mempelajari materi mengubah pecahan biasa menjadi persen,
- siswa belum menguasai mekanisme mengubah pecahan biasa menjadi persen,
- siswa kurang konsentrasi dalam belajar,
- guru mendominasi dalam pembelajaran yaitu aktif menjelaskan sementara siswa hanya pasif mendengarkan dan melaksanakan perintah guru.
Setelah memperoleh sederet permasalahan melalui proses identifikasi, maka dilanjutkan dengan analisis duduk kasus untuk memilih urgensinya. Analisis terhadap duduk kasus juga dimaksudkan untuk mengetahui proses tindak lanjut perbaikan atau solusi yang akan diambil. Analisis duduk kasus dilakukan dengan cara mengklasifikasi kecenderungan duduk kasus tersebut ditinjau dari aneka macam perspektif. Prayitno dan Wulandari (2010:h.13) menyatakan bahwa perspektif yang umum dipakai dalam analisa pembelajaran ialah metode pembelajaran, materi pembelajaran, atau media pembelajaran.
Setelah mengidentifikasi masalah, guru sanggup menganalisis duduk kasus tersebut dan merencanakan tindakan yang dilakukan, contohnya menurut duduk kasus yang diidentifikasi pada pola di atas, guru akan mempertimbangkan aneka macam kemungkinan penyelesaian misalnya: Apakah guru telah menerapkan PAKEM? Apakah guru dalam pembelajaran telah memakai salah satu tipe kooperatif? Apakah guru pernah menerapkan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik ? Apakah guru telah memanfaatkan media dalam pembelajaran matematika menyerupai alat peraga?
Berdasarkan pertanyaan-pertanyaan tersebut, contohnya diperoleh kecenderungan bahwa duduk kasus tersebut muncul lantaran seni administrasi pembelajaran yang dipakai tidak berpusat pada siswa. Kesimpulan yang sanggup dimunculkan ialah perlu melaksanakan penemuan dalam model pembelajaran, contohnya memakai Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik dan penggunaan alat peraga Fraction Circle atau alat peraga yang lain.
Akhirnya, masalah-masalah yang sanggup diidentifikasi dan ditetapkan dirumuskan secara jelas, spesifik dan operasional. Perumusan duduk kasus yang terang akan memungkinkan peluang untuk pemilihan tindakan yang tepat. Berbeda dengan duduk kasus dan identifikasi duduk kasus yang berbetuk pernyataan, rumusan duduk kasus dalam penelitian tindakan berbentuk pertanyaan yang akan terjawab sehabis tindakan selesai dilakukan. Rumusan duduk kasus selalu dinyatakan dalam bentuk kalimat tanya.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam merumuskan duduk kasus penelitian tindakan kelas antara lain:
- masalah hendaknya dirumuskan secara jelas, memperlihatkan secara terang subjek dan/atau lokasi penelitian
- perumusan duduk kasus harus spesifik dan tidak memiliki makna ganda
- rumusan duduk kasus bersifat opersional memperlihatkan relasi dua variabel yaitu relasi antara duduk kasus dengan alternatif tindakan.
- rumusan duduk kasus hendaknya sanggup diuji
Contoh rumusan duduk kasus penelitian tindakan kelas contohnya sebagai berikut:
- Apakah tindakan yang dipakai (teknik, metode, strategi, media, dll) sanggup meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas?
- Kalau ya, Bagaimana peningkatan kualitas pembelajaran tersebut terjadi dengan memakai teknik, metode, seni administrasi tersebut?
- Apakah ada perubahan atau modifikasi mekanisme dari teknik, metode, atau seni administrasi yang dipakai sebagai tindakan?
- Adakah perubahan kearah lebih baik dari praktik-praktik sebelumnya?
- Apakah guru peneliti mencicipi peningkatan kesadaran, pengetahuan, atau keterampilan diri atau perubahan perilaku dalam mengatasi dan menghadapi permasalahan kelasnya?
Permasalahan pertama harus diupayakan terpecahkan melalui tindakan atau penggunaan metode tertentu. Permasalahan kedua ialah diskusi wacana mekanisme yang telah dilalui, proses, dan perkembangan individu kelas yang bermasalah dan dampaknya pada kualitas pembelajaran. Dengan memakai analisis melalui teori yang luas maka menimbulkan penelitian tindakan kelas ini bisa menemukan teori menurut pengalaman praktik. Permasalahan ketiga merupakan analisis kritis apakah tindakan yang dipakai pada konteks yang berbeda ini mengalami modifikasi biar efektif untuk konteks tersebut? Permasalahan keempat ialah terkait dengan praktik-praktik apa yang berubah ke arah yang lebih baik. Permasalahan kelima ialah refleksi guru sebagai peneliti terhadap perolehan kesadaran, pengetahuan dan keterampilan gres (practice based-knowledges) sebagai representasi dari visi penelitian tindakan yang memberdayakan (empowering) partisipan.
Berdasarkan kecenderungan duduk kasus pada pola sebelumnya maka rumusan duduk kasus penelitian adalah:
- Apakah pembelajaran dengan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik sanggup meningkatkan keaktifan siswa dalam mempelajari materi mengubah pecahan biasa menjadi persen di kelas V SD (rumusan duduk kasus utama)?
- (kalau ya) Bagaimana peningkatan keaktifan siswa tersebut sanggup terjadi dengan memakai Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik?
- Apakah ada perubahan terkait keaktifan siswa dibandingkan dengan pembelajaran guru sebelumnya yang tidak memakai Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik ?
- Apakah guru peneliti mencicipi peningkatan kesadaran, pengetahuan, atau keterampilan diri atau perubahan perilaku dalam mengatasi dan menghadapi permasalahan rendahnya keaktifan siswa dalam mempelajari pecahan?
Perumusan duduk kasus utama di atas cukup jelas, tidak mengandung kalimat tidak bermakna, memuat dua variabel kunci yaitu pembelajaran dengan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik dan keaktifan siswa dalam mempelajari bilangan pecahan. Keaktifan siswa meningkat atau tidak sanggup diuji dengan memakai lembar pengamatan.
Pada perumusan duduk kasus utama di atas (1), dijawab dengan proses perencanaan, pelaksanaan tindakan dan refleksi dan seterusnya hingga siklus dimana indikator keberhasilan tindakan sanggup tercapai. Rumusan duduk kasus lainnya biasanya dijawab memakai analisis mendalam (pembahasan) terkait dengan peningkatan yang telah terjadi.
No comments:
Post a Comment