Monday, January 15, 2018

√ Aplikasi Maslow’S Hierarchy Of Needs Yang Penting Dalam Dunia Pendidikan Matematika


A.   Pendahuluan
Psikologi humanistik atau disebut juga dengan nama psikologi kemanusiaan adalah suatu pendekatan terhadap pengalaman dan tingkah laris manusia, yang memusatkan perhatian pada keunikan dan aktualisasi diri manusia. Hal ini berarti bahwa potensi insan menjadi titik pokok yang ditekankan dalam suatu proses pendidikan. Dengan kata lain psikologi humanistic menekankan  menyerupai apa yang pernah dikatakan oleh Driyakara bahwa pendidikan merupakan proses memanusiakan manusia.

Schunk (2009) menyampaikan bahwa,  teori humanistik diterapkan sebagian besar kaum  konstruktivis dan lebih menekankan proses kognitif dan afektif. Teori humanistik menangani kemampuan masyarakat dan  potensi ketika mereka membuat pilihan dan mencari kontrol atas kehidupan mereka sendiri. Teori humanistik tidak menjelaskan sikap dalam hal menguatkan jawaban terhadap rangsangan lingkungan. Hal inilah yang membedakan aliran humanistik dan behaviourisme, dimana aliran ini menerapkan proses pendidikan menurut pada jawaban terhadap rangsangan lingkungan sehingga dalam konteks pendidikan, prosesnya ditekankan pada apa yang diinginkan oleh pendidik bukan kesadaran penuh penerima didik.

Untuk itulah maka aliran Psikologi Humanistik selalu mendorong peningkatan kualitas diri manusia melalui penghargaannya terhadap potensi-potensi positif yang ada pada setiap insan. Seiring dengan perubahan dan tuntutan zaman, proses pendidikan pun senantiasa berubah.
Bagi sejumlah andal psikologi humanistik ia ialah alternatif, sedangkan bagi sejumlah andal psikologi  humanistik yang lainnya merupakan suplemen bagi penekanan tradisional behaviorisme dan psikoanalis. 

 Psikologi humanistik juga memperlihatkan sumbangannya bagi pendidikan alternatif yang dikenal dengan sebutan pendidikan humanistik. Pengembangan aspek emosional, sosial, mental, dan keterampilan dalam berkarier menjadi fokus dalam model pendidikan humanistik. 

Aliran humanistik muncul pada tahun 1940-an sebagai reaksi ketidakpuasan terhadap pendekatan psikoanalisa dan behavioristik. Sebagai sebuah aliran dalam psikologi, aliran ini boleh dikatakan  relatif  masih muda, bahkan beberapa ahlinya masih hidup dan terus-menerus mengeluarkan konsep yang relevan dengan bidang  pengkajian psikologi, yang sangat menekankan pentingnya kesadaran, aktualisasi diri, dan hal-hal yang bersifat positif perihal  manusia.  Salah satu tokoh terpenting dari aliran ini ialah Abraham Maslow.


B.   Hierarki Kebutuhan Maslow 

Abraham H. Maslow (selanjutnya ditulis Maslow) ialah tokoh yang menonjol dalam psikologi humanistik. Karyanya di bidang pemenuhan kebutuhan besar lengan berkuasa sekali terhadap upaya memahami motivasi manusia. Sebagian dari teorinya yang penting didasarkan atas perkiraan bahwa dalam diri insan terdapat dorongan positif untuk tumbuh dan kekuatan-kekuatan yang melawan atau menghalangi pertumbuhan (Rumini, dkk. 1993). 
Maslow (1968-1970) percaya bahwa tindakan insan seutuhnya diarahkan menuju pencapaian suatu tujuan. Perilaku insan sanggup berfungsi  secara bersamaan, misalnya, menghadiri pesta bisa memenuhi kebutuhan untuk harga diri dan interaksi sosial. Maslow merasa bahwa teori-teori pengkondisian tidak menangkap kompleksitas sikap manusia. Untuk menyatakan bahwa seseorang bersosialisasi di pesta salah satu sebab sebelumnya telah menguatkan untuk melakukannya, gagal untuk memperhitungkan kiprah ketika sosialisasi untuk orang tersebut. (Schunk,2009).
Maslow berpendapat, bahwa insan mempunyai hierarki  kebutuhan yang dimulai dari kebutuhan jasmaniah-yang paling asasi- hingga dengan kebutuhan tertinggi yakni kebutuhan estetis.  Kebutuhan jasmaniah menyerupai makan, minum, tidur dan sec menuntut  sekali untuk dipuaskan. Apabila kebutuhan ini terpuaskan, maka muncullah kebutuhan keamanan menyerupai kebutuhan kesehatan dan kebutuhan terhindar dari ancaman dan bencana. Berikutnya ialah kebutuhan untuk mempunyai dan cinta kasih, menyerupai dorongan untuk memiliki mitra dan berkeluarga, kebutuhan untuk menjadi anggota  kelompok, dan sebagainya. Ketidakmampuan  memenuhi kebutuhan  ini sanggup mendorong seseorang berbuat lain untuk memperoleh ratifikasi dan perhatian, contohnya beliau memakai prestasi  sebagai pengganti cinta kasih. Berikutnya ialah kebutuhan harga  diri, yaitu kebutuhan untuk dihargai, dihormati, dan dipercaya oleh  orang lain.
Apabila seseorang telah sanggup memenuhi semua kebutuhan yang tingkatannya lebih rendah tadi, maka motivasi kemudian diarahkan kepada terpenuhinya kebutuhan aktualisasi diri, yaitu kebutuhan untuk mengembangkan potensi atau talenta dan kecenderungan tertentu. Bagaimana cara aktualisasi diri ini tampil, tidaklah sama pada setiap orang. Sesudah kebutuhan ini, muncul kebutuhan untuk tahu dan mengerti, yakni dorongan untuk mencari tahu, memperoleh ilmu dan pemahaman.  Sesudahnya, Maslow beropini adanya kebutuhan estetis, yakni dorongan keindahan, dalam arti kebutuhan akan keteraturan, kesimetrisan dan kelengkapan. 
Hirarki Kebutuhan Maslow (sering digambarkan sebagai sebuah piramida dengan lima tingkat kebutuhan) ialah teori motivasi dalam psikologi yang beropini bahwa sementara orang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar, mereka berusaha untuk memenuhi kebutuhan berturut-turut yang lebih tinggi dalam bentuk hirarki.
Yang paling penting dilakukan  insan ialah  berusaha untuk memenuhi kebutuhan. Kebutuhan-kebutuhan tersebut bersifat hirarki/bertingkat. Kebutuhan yang lebih rendah harus dipenuhi terlebih dahulu sebelum kebutuhan yang lebih tinggi yang sanggup mensugesti sikap (Schunk,2009)




Gambar: Hirarki Kebutuhan Maslow


Kebutuhan Phisiological (Physiological Needs), merupakan kebutuhan pada tingkat yang paling dasar, menyerupai air,  makanan, dan udara. Kebutuhan ini harus  terpuaskan bagi setiap orang jikalau tidak maka orang akan terus berusaha untuk memenuhinya (Schunk,2009)
Kebutuhan keamanan, yang melibatkan rasa aman di lingkungannya, biasanya dalam keadaan darurat.  

Orang  berupaya menghindar atau melarikan diri  dan  akan meninggalkan harta berharga untuk menyelamatkan hidup mereka. Kebutuhan keamanan juga diwujudkan dalam kegiatan menyerupai menyimpan uang, mengamankan pekerjaan, dan mengambil polis asuransi (Schunk,2009)
Setelah kebutuhan fisiologisl dan rasa aman terpenuhi, kebutuhan untuk  rasa mempunyai (cinta) menjadi penting. Kebutuhan ini melibatkan mempunyai hubungan dengan orang lain, mempunyai kelompok, dan mempunyai sahabat bersahabat dan kenalan. Rasa mempunyai dicapai melalui pernikahan, komitmen pribadi, kelompok relawan, klub,  ke gereja dan mesjid, dan sejenisnya (Schunk,2009)
Kebutuhan harga diri terdiri dari dalam diri sendiri dan dihargai orang lain. kebutuhan ini tampak dalam impian untuk berprestasi tinggi, kepercayaan diri, kemampuan kerja dan ratifikasi dari orang lain (Schunk,2009)

Empat kebutuhan yang telah disebutkan merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi manusia. Manusia akan terus berusaha dan berjuang untuk memenuhinya kalau terjadi kekurangan. Hal ini menyerupai yang dikatakan oleh oleh Maslow (1968) sebagai  “deprivation needs”.
“…………kurangnya kepuasan akan empat kebutuhan ini akan memotivasi orang untuk memuaskan mereka. Kekurangan parah atau berkepanjangan sanggup mengakibatkan duduk masalah mental  (Schunk,2009)
Selanjutnya Maslow (1970) menyampaikan bahwa tingkat tertinggi ialah aktualisasi diri, atau pemenuhan diri. Perilaku dalam hal ini tidak digerakkan atau dimotivasi oleh kekurangan melainkan impian seseorang untuk mengembangkan diri dan kebutuhan untuk menjadi lebih bisa dalam segala hal (Schunk,2009)

Motif yang kuat untuk mencapai prestasi di sekolah atau di  luar sekolah merupakan manifestasi dari aktualisasi diri. Tidak begitu banyak orang yang hingga pada tingkat kebutuhan ini. Secara umum manusia  berkeinginan untuk memperoleh pendidikan sebab insan ingin mengaktualisasikan dirinya. Lembaga pendidikan bertujuan biar seseorang mempunyai wadah untuk berusaha memenuhi kebutuhan aktualisasi diri. Namun tujuan ini belum selamanya tercapai, menyerupai apa yang dikatakan Gobe (1970) :
Meskipun kebanyakan orang melampaui “deprivation needs” dan berusaha ke arah aktualisasi diri beberapa orang pernah sepenuhnya mencapai tingkat tersebut -mungkin 1% dari populasi(Schunk,2009)

Aktualisasi diri sanggup diwujudkan dalam banyak sekali cara. Spesifikasi  dari yang kebutuhan tersebut tentunya akan sangat bermacam-macam dari setiap orang. Pada satu orang mungkin berkeinginan untuk menjadi ibu yang ideal, orang lain mungkin ingin tubuhnya dinyatakan atletis, dan lain-lain. Pada tingkat ini, terlihat banyak perbedaan dari individu (Maslow, 1970). Ketika orang yang mempunyai “aktualisasi diri” berusaha untuk memecahkan duduk masalah penting, mereka terlihat berperanan dan mendedikasikan upaya mereka untuk memecahkan duduk masalah tersebut. Mereka juga mengambarkan minat yang besar dalam sarana untuk mencapai tujuan mereka. Hasil simpulan (meluruskan yang salah atau memecahkan masalah) ialah sama pentingnya sebagai sarana untuk simpulan (pekerjaan bersama-sama dimana mereka terlibat) (Schunk,2009)

C. Aplikasi Teori Maslow dalam Bidang Pendidikan

Implikasi dari teori Maslow dalam dunia pendidikan sangat  penting. Dalam proses belajar-mengajar misalnya, guru mestinya  memperhatikan teori ini. Apabila guru menemukan kesulitan  untuk memahami mengapa belum dewasa tertentu tidak mengerjakan  pekerjaan rumah, mengapa anak tidak sanggup damai di dalam kelas,  atau bahkan mengapa belum dewasa tidak mempunyai motivasi untuk  belajar.
Menurut Maslow, guru tidak bisa menyalahkan anak atas  kejadian ini secara langsung, sebelum memahami barangkali ada  proses tidak terpenuhinya kebutuhan anak yang berada di bawah  kebutuhan untuk tahu dan mengerti. Bisa jadi belum dewasa tersebut belum atau tidak melaksanakan makan pagi yang cukup, semalam tidak  tidur dengan nyenyak, atau ada duduk masalah pribadi / keluarga yang  membuatnya cemas dan takut, dan lain-lain.

Hierarki  kebutuhan Maslow sanggup membantu guru memahami siswa dan membuat lingkungan untuk meningkatkan pembelajaran. Adalah  tidak realistis untuk mengharapkan siswa untuk memperlihatkan minat dalam kegiatan kelas jikalau mereka kekurangan kebutuhan fisiologis atau rasa aman. Anak-anak yang tiba ke sekolah tanpa sarapan dan yang tidak mempunyai uang untuk makan siang tidak bisa fokus dengan baik pada tugas/pembelajaran di kelas. Guru sanggup bekerja sama dengan konselor, kepala sekolah dan pekerja sosial untuk membantu keluarga mereka atau mengusulkan belum dewasa untuk disetujui masuk agenda makan gratis atau pengurangan biaya sekolah. (Schunk,2009)

Beberapa siswa akan mengalami kesulitan mengerjakan kiprah dengan gangguan di dekatnya (misalnya, gerakan dan kebisingan). Guru sanggup bertemu dengan orang renta untuk menilai apakah kondisi rumah mereka mengganggu aktifitas belajar. Gangguan di rumah sanggup menimbulkan impian untuk lebih aman dalam berguru tidak terpenuhi.  Guru sanggup mendorong orang renta biar menyediakan lingkungan rumah yang menguntungkan untuk belajar, memastikan tidak ada gangguan di kelas dan mengajar siswa keterampilan untuk mengatasi gangguan-gangguan tersebut (misalnya, bagaimana untuk berkonsentrasi dan memperhatikan kegiatan kegiatan akademik) (Schunk,2009)

Beberapa sekolah tinggi mempunyai duduk masalah dengan kekerasan dan tekanan yang berafiliasi dengan sikap geng. Jika siswa takut bahwa mungkin secara fisik mereka dirugikan atau sering harus berurusan dengan tekanan untuk bergabung dengan geng, berkonsentrasi pada kiprah akademik,  mungkin guru atau direktur mempertimbangkan bekerjasama dengan siswa, orang tua, forum masyarakat dan pegawanegeri penegak aturan untuk mengembangkan taktik yang efektif untuk menghilangkan duduk masalah keamanan. Isu-isu ini harus diatasi untuk membuat atmosphire yang aman untuk belajar. Guru harus menyediakan kegiatan yang sanggup siswa selesaikan dengan sukses. (Schunk,2009).

Berikut banyak sekali hal-hal yang merupakan beberapa aplikasi dari teori-teori Maslow dalam proses pembelajaran,

1. Open Education atau Pendidikan Terbuka

Pendidikan Terbuka ialah proses pendidikan yang memperlihatkan kesempatan kepada murid untuk bergerak secara bebas di sekitar kelas dan menentukan kegiatan berguru mereka sendiri. Guru hanya berperan sebagai pembimbing. Ciri utama dari proses ini ialah murid bekerja secara individual atau dalam kelompok-kelompok kecil. Dalam proses ini mensyaratkan adanya pusat-pusat berguru atau pusat-pusat kegiatan di dalam kelas yang memungkinkan murid mengeksplorasi bidang-bidang pelajaran, topik-topik, ketrampilan- ketrampilan atau minat-minat tertentu. Pusat ini sanggup memperlihatkan  petunjuk untuk mempelajari suatu topik tanpa hadirnya guru dan  dapat mencatat partisipasi dan kemajuan murid untuk nantinya dibicarakan dengan guru (Rumini, 1993). Adapun kriteria yang disyaratkan dengan model ini ialah sebagai berikut :

1.      Tersedia kemudahan yang memudahkan proses belajar, artinya banyak sekali macam materi yang diharapkan untuk berguru harus  ada. Murid tidak tidak boleh untuk bergerak secara bebas di ruang kelas, tidak tidak boleh bicara, tidak ada pengelompokan atas dasar  tingkat kecerdasan.
2.      Adanya suasana penuh kasih sayang, hangat, hormat dan terbuka. Guru menangani masalah-masalah sikap dengan jalan berkomunikasi secara pribadi dengan murid yang bersangkutan,  tanpa melibatkan kelompok.
3.      Adanya kesempatan bagi guru dan murid untuk bersama- sama mendiagnosis peristiwa-peristiwa belajar, artinya murid  memeriksa pekerjaan mereka sendiri, guru mengamati dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan.
4.      Pengajaran yang bersifat individual, sehingga tidak ada tes ataupun buku kerja
5.       Guru mempersepsi dengan cara mengamati setiap proses yang dilalui murid dan membuat catatan dan evaluasi secara individual, hanya sedikit sekali diadakan tes formal.
6.      Adanya kesempatan untuk pertumbuhan professional bagi guru, dalam arti guru boleh memakai sumbangan orang lain termasuk           rekan sekerjanya.
7.       Suasana kelas yang hangat dan ramah sehingga mendukung proses berguru yang membuat murid nyaman dalam melaksanakan  sesuatu. 

Perlu untuk diketahui, bahwa penelitian perihal efektivitas model ini memperlihatkan adanya perbedaan dengan proses pendidikan tradisional dalam hal kreativitas, dorongan berprestasi, kebebasan dan hasil-hasil yang bersifat afektif secara lebih baik. Akan tetapi dari segi pencapaian prestasi berguru akademik, pengajaran tradisional lebih berhasil dibandingkan poses pendidikan terbuka ini. 

2. Cooperative Learning  atau Belajar Kooperatif 

Belajar kooperatif merupakan fondasi yang baik untuk meningkatkan dorongan berprestasi murid. Dalam prakteknya, belajar kooperatif mempunyai tiga karakteristik : 

1.      Murid bekerja dalam tim-tim berguru yang kecil (4-6 orang anggota), dan komposisi ini tetap selama beberapa minggu.
2.      Murid didorong untuk saling membantu dalam mempelajari materi yang bersifat akademik dan melakukannya secara berkelompok.
3.      Murid diberi imbalan atau hadiah atas dasar prestasi kelompok. 

3. Collaborative Learning  (Pembelajaran Kolaboratif) 

Prinsip dari Pembelajaran Kolaboratif ialah bahwa pembelajaran merupakan proses yang aktif. Mahasiswa mengasimilasi informasi dan menghubungkannya dengan pengetahuan gres melalui kerangka acuan pengetahuan sebelumnya. Pembelajaran memerlukan suatu tantangan yang akan membuka wawasan para mahasiswa untuk secara aktif berinteraksi dengan temannya. Di sini mahasiswa akan mendapat laba lebih jikalau mereka saling berbagi 

Pembelajaran terjadi dalam lingkungan sosial yang memungkinkan terjadinya komunikasi dan saling bertukar informasi, yang akan memudahkan mahasiswa membuat kerangka pemikiran dan pemaknaan terhadap hal yang dipelajari. Mahasiswa ditantang baik secara sosial maupun emosional ketika menghadapi
perbedaan  perspektif dan memerlukan suatu kemampuan untuk dapat mempertahankan ide-idenya. 

Dengan demikian melalui proses ini mahasiswa berguru membuat keunikan kerangka konseptual masing-masing dan secara aktif terlibat dalam proses membentuk pengetahuan. Perkuliahan Mata Kuliah Teori dan Psikologi Belajar yang telah dilakukan selama ini sebagian memakai prinsip ini. Adapun prosedur pembelajaran kolaboratif ialah sebagai berikut : 

1.      Dosen menjelaskan topik yang akan dipelajari
2.      Dosen membagi kelas menjadi kelompok-kelompok kecil yang  terdiri dari 5 orang
3.      Dosen membagi lembar masalah yang terkait dengan topik dipelajari
4.      Mahasiswa diminta membaca masalah dan mengerjakan kiprah yang terkait dengan persepsi dan solusi terhadap masalah
5.      Mahasiswa diminta mendiskusikan hasil pekerjaannya dalam  kelompok kecil masing-masing dan mendiskusikan kesepakatan kelompok
6.       Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusi  kelompoknya dalam kelas dan meminta kelompok lain untuk m emberikan jawaban
4. Competitive Learning  (Pembelajaran Kompetitif) 

Prinsip pembelajaran ini ialah memfasilitasi mahasiswa saling berkompetisi dengan temannya untuk mencapai hasil terbaik.  Kompetisi sanggup dilakukan secara individual maupun kelompok. Kompetisi individual berarti mahasiswa berkompetisi dengan dirinya sendiri dibandingkan dengan pencapaian prestasi sebelumnya. Kompetisi kelompok dilakukan dengan membangun kerjasama. Prosedur proses pembelajaran kompetitif ialah sebagai berikut  : -   

1.      Dosen menjelaskan tujuan pembelajaran
2.       Dosen membagi kelas menjadi kelompok-kelompok kecil dengan jumlah     anggota 5 - 7 orang
3.      Dosen menjelaskan mekanisme kiprah yang akan dikompetisikan dan standar penilaiannya
4.       Dosen memfasilitasi kelompok untuk sanggup mengerjakan kiprah dengan sebaik-baiknya
5.      asing-masing kelompok memperlihatkan kinerjanya
6.      Dosen memperlihatkan evaluasi terhadap kinerja kelompok berdasar standar kinerja yang telah disepakati 

  5. Case Based Learning  (Pembelajaran Berdasar Kasus)

Prinsip dasar dari metode ini ialah memfasilitasi mahasiswa
untuk menguasai konsep dan menerapkannya dalam praktek nyata. Dalam hal ini analisis masalah yang dikuasai tidak hanya menurut common sense  melainkan dengan bekal materi yang telah dipelajari. Pada karenanya metode ini memfasilitasi mahasiswa untuk berkomunikasi dan berargumentasi terhadap analisis suatu kasus. Prosedur yang dilakukan dalam metode ini ialah : 

1.       Dosen menjelaskan tujuan pembelajaran dan metode yang akan dipakai
2.      Dosen meminta mahasiswa mempelajari konsep dasar berkaitan  dengan tujuan pembelajaran, dengan cara membaca buku teks yang membahas materi tersebut.
3.      Dosen membagikan lembar masalah yang telah dipersiapkandimana masalah ini haruslah relevan dengan tujuan dan materi  pembelajaran
4.      Dosen membagikan lembar pertanyaan yang harus dijawab oleh mahasiswa berkaitan dengan pembahasan masalah tersebut.  Pertanyaan harus disusun sedemikian rupa sehingga menjadi panduan mahasiswa untuk sanggup menganalisis masalah berdasarkan 

DAFTAR PUSTAKA

Afiatin. 2007. Strategi Pembelajaran dengan Paradigma Student Centered Learning (makalah dalam Lokakarya Peningkatan Pembelajaran melalui SCL, FPISB UII, Yogyakarta, 4 April 2007).

Harsono, 2007. Student Centered Learning (makalah dalam Lokakarya Peningkatan Pembelajaran melalui SCL, FPISB UII, Yogyakarta, 4 April 2007).

Rumini, S. dkk. 1993. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta

Walgito, B. 2000. Peran Psikologi di Indonesia (Kumpulan Pidato Pengukuhan Guru Besar Fakultas Psikologi UGM). Yogyakarta: Yayasan Pembina Fakultas Psikologi UGM.

 Dale. H. Schunk. 2009. Learning Theories : An Educational Perpective. Fifth Edition. Pearson International Edition.

Baihagi, MIF. 2008. Psikologi Pertumbuhan : Kepribadian Sehat Untuk Mengembangkan Optimisme. Bandung : Rosda

http://www.learning-theories.com/ akses, 20 Nopember 2011



Sumber http://www.tipsbelajarmatematika.com

No comments:

Post a Comment

Laptop Graphic Terbaik Untuk Desain Grafis 2014

Mereview Laptop Desain Grafis tahun 2014 OPOSIP - Ketika saya bekerja dari rumah saya mempunyai sebuah PC yang didedikasikan yang sang...