Miskonsepsi Penggunaan Tanda "Samadengan". Sebagai seorang guru yang mengajar matematika, kita niscaya selalu dihadapkan dengan kesalahan-kesalahan siswa dalam menuntaskan soal-soal matematika.Kesalahan-kesalahan yang terjadi biasanya disebabkan oleh banyak hal. Salah satunya ialah kesalahan yang disebabkan oleh gagalnya siswa memahami suatu konsep matematika. Konsep "samadengan" yang biasanya diberi lambang = hampir selalu muncul dalam keseluruhan proses mencar ilmu matematika. Bahkan, pada tingkat Perguruan Tinggi, masih ditemukan mahasiswa yang salah memahami konsep ini.Kesalahan konsep yang berlanjut ini biasanya disebabkan oleh kekeliruan guru dalam mengembangkan dan mengkomunikasikan suatu konsep dikala konsep matematika tertentu mulai diperkenalkan kepada siswa.
Dalam sebuah soal tugas, mahasiswa PGSD diminta untuk memilih nilai dari 140.496 :3:2. Langkah penyelesaian soal dari mahasiswa tersebut ialah sebagai berikut:
Kekeliruan mahasiswa di atas ialah salah memakai tanda =. Kekeliruan ini mungkin disebabkan lantaran miskonsepsi perihal tanda sama dengan (=).Tanda sama dengan (=) dipahami sebagai perintah untuk melakukan serangkaian operasi aritmatika, bukan sebagai tanda untuk korelasi "kesetaraan."
Pemahaman tanda sama dengan bagi mahasiswa di atas ialah bahwa 140.496 dibagi 3 memperlihatkan hasil 46.832 selanjutnya 46.832 dibagi 2 memperlihatkan hasil 23.416. Padahal, tanda samadengan seharusnya dipahami sebagai kekerabatan yang setara antara 140.496/3 , 46.832/2 dan 23.416. Dalam perkara ini, 140.496/3 tidak setara 46.832/2, tetapi 46.832/2 setara dengan 23.416. Artinya: 140.496/3 tidak sama dengan 46.832/2 tetapi 46.832/2 sama dengan 23.416.
Miskonsepsi di atas sering dijumpai pada siswa sekolah dasar.Lalu mengapa pada mahasiswa juga ditemukan hal menyerupai ini ? Jawabannya ialah bahwa hal ini ialah menyerupai sebuah miskonsepsi yang berkelanjutan lantaran miskonsepsi ini mungkin tidak ditangani dengan baik dan diatasi dikala yang bersangkutan masih duduk dibangku sekolah dasar. Hal ini ternyata menyebabkan problem pada tingkat selanjutnya.
Selain kesalahan penggunaan tanda samadengan (=) dalam pembelajaran atau perkuliahan matematika, kesalahan ini sering juga ditemukan dalam keseharian kita. Misalnya, menyerupai gambar berikut ini.
Penggunaan tanda samadengan menyerupai pada gambar di atas tentu saja mempunyai maksud yang berbeda dengan konsep samadengan. Namun, penggunaan tanda samadengan ini memperlihatkan bahwa konsep ini sulit dipahami. Bagi bawah umur yang melihat hal tersebut, akan membawa pengalaman ini di kelas. Tentu saja guru perlu memakai hal tersebut sebagai upaya untuk membuat konflik kognisi dalam pembelajaran matematika.
Pengenalan terkait kesalahan penggunaan tanda samadengan menyerupai dijelaskan di atas perlu dilakukan guru sebagai cara untuk membangkitkan pengetahuan awal siswa dalam acara pendahuluan, dapat sebagai apersepsi atau motivasi.
No comments:
Post a Comment