ACT I
Hari itu hujan turun dengan derasnya di sebuah rumah.
Hujan itu tidak menyurutkan minat orang untuk berada di rumah tersebut.
Sebuah bencana tragis yang berakibat fatal menyebabkan seorang cowok meninggal di usia mudanya.
Tampak hadir puluhan orang temannya berkumpul di rumah tersebut.
Meskipun demikian, salah seorang di rumah itu tampak tersenyum. Seolah sedang mencicipi manisnya kemenangan.
Tragedi yang menimpa seseorang bisa menjadi sebuah komedi bagi orang lain.
Sharif merupakan cowok yang bekerja sebagai pegawai negeri di sebuah kota di Bali.
Bekerja dikelilingi orang yang lebih renta dan berbeda budaya membuat ia tidak begitu betah dengan pekerjaannya.
Menurutnya bekerja itu menyerupai sekolah, membosankan, melelahkan, tapi mau tak mau kita harus melakukannya.
Namun tidak menyerupai sekolah, dalam pekerjaan mempunyai sahabat itu opsional.
Dan Sharif menentukan untuk tidak dekat dengan sahabat sekantornya.
Dan Sharif menentukan untuk tidak dekat dengan sahabat sekantornya.
Hal itu berubah saat suatu hari Sharif menerima kabar. Salah satu temannya meninggal.
Dengan terpaksa ia harus cuti beberapa hari untuk mengunjungi temannya di pulau Jawa.
Setidaknya meskipun jauh dan melelahkan, ia bisa bertemu sahabat lamanya.
Benar saja, banyak sekali sahabat lama Sharif yang mengunjungi rumah temannya itu.
Ini membuat Sharif kegirangan, meskipun dalam hati ia harus tau diri bila ia sedang berada di rumah duka.
Dia bertemu dengan sahabat sebangku ia waktu sekolah
Bukan hanya itu, ia juga sempat melihat perempuan yang ia sukai waktu SMA.
Meskipun dalam suasana duka, namun tetap saja keakraban lama yang sudah lama tidak dirasakan muncul kembali.
Hal ini memberinya sebuah ide. Seandainya ia bisa mempunyai cara untuk mengadakan sebuah reuni rutin dalam kurun waktu beberapa bulan. Dia tidak kesepian lagi. Namun ia masih belum menemukan cara tersebut.
Hingga sekarang.
ACT II
Terdapat duduk perkara dalam hati Sharif. Dia tahu ini bukan tindakan yang bermoral dan gampang dilakukan.
Membunuh salah satu temannya terang bukan talenta yang ia sanggup semenjak lahir.
Dia sempat menahan dan menunda idenya tersebut. Namun kesendirian yang ia rasakan terus menggerus pikirannya untuk melaksanakan wangsit yang menurutnya brilian tersebut.
Dia tahu ini tidak mudah, tapi tidak tidak mungkin untuk dilakukan. Berbekal kemampuan seadanya ia mulai mencari rujukan satu persatu di dunia maya. Kemudahan mencari informasi tidak pernah ia rasakan semudah ini. Tidak sewaktu ia masih Sekolah Menengah Pertama ataupun SMA. Dengan penuh takjub ia berhasil mengumpulkan banyak sekali cara untuk melaksanakan idenya tersebut.
Setiap hari ia lalui dengan semangat. Sharif bukan cowok yang bodoh, fakta bahwa ia bisa bekerja sebagai pegawai negeri merupakan bukti ia lebih baik dari kebanyakan orang Indonesia yang lain. Lagipula, ia tidak sedang ingin membuat mesin waktu. Merencanakan pembunuhan yakni hal yang bisa dilakukan insan segala usia, yang berbekal niat dan semangat.
Hari sanksi itu telah tiba. Dia telah menentukan seorang sasaran yang paling cocok dengan rencananya.
Di dalam hati, diapun tidak begitu suka dengan orang itu. Namun tetap saja itu akan membuat teman-temannya berkumpul kembali.
ACT III
Semuanya berjalan lancar. Satu persatu temannya yang tidak bersalah meninggalkan dunia ini. Sudah ada empat korban yang menjadi sahabat Sharif. Semuanya diadakan pertemuan di rumahnya masing-masing.
Semuanya berjalan lancar hingga salah satu temannya, Vian, mencium ada yang tidak beres dengan gosip sedih ini. Semuanya memang terlihat menyerupai kecelakaan, namun timingnya terlalu pas untuk dibilang kebetulan. Belum lagi korban-korbannya merupakan sahabat dekatnya.
Awalnya Vian berpikir ini merupakan 'kutukan'. Dia berpikir seperti ini alasannya yakni khawatir hal yang jelek akan menimpa dirinya. Dia sendiri bukan orang yang klenik, tapi bila mencicipi dan melihat eksklusif buktinya, ia menjadi sedikit percaya.
Namun nalar sehat Vian menghalangi pikiran itu. Dia yakin niscaya hal ini dilakukan oleh insan yang mempunyai niat buruk. Pihak polisi tidak akan menduganya alasannya yakni jarak yang terlalu lama dan kaitan antara satu korban dan korban lain. Dia mulai melaksanakan pemeriksaan sendiri.
Fakta demi fakta ia temukan. Hingga hingga ke suatu kesimpulan. Pelakunya yakni temannya sendiri. Meskipun metode yang pembunuh itu lakukan ia tidak tahu, tapi ia tau korelasi antara satu korban dan korban lain. Dan yang paling memungkinkan hanyalah Sharif.
Temannya yang lain tidak mengkin mengenal korban pertama, begitu juga korban kedua, namun Sharif mengenalnya. Vian pun sedikit resah dengan apa yang menjadi motif pembunuhan ini. Tidak mungkin rasanya untuk pencurian atau kecemburuan. Karena banyak korban diantaranya yakni wanita.
Vian melirik kalendar di kamarnya. Tiba-tiba ia sadar apapun motifnya, pembunuhan berikutnya akan terjadi beberapa hari lagi. Hasil investigasinya sendiri menemukan bahwa orang sasaran berikutnya yakni Doni dan Andi.
Namun diantara dua orang tersebut, hanya satu yang akan dibunuh.
Beruntunglah Doni dan Andi tinggal di satu kota. Sehingga bisa dengan gampang berkunjung ke mereka. Dengan persiapan seadanya Vian pergi ke kota Malang, daerah mereka berdua tinggal.
Namun, sehabis hingga disana ia terkejut alasannya yakni menerima kabar bahwa Sharif sedang dirawat dirumah sakit. Di tengah kebingungan seseorang memukul kepalanya dari belakang.
Vian merasa bahwa dirinya berada disebuah mobil. Perlahan ia buka matanya dan melihat pemandangan yang mengejutkan. Doni dan Andi. Mereka bersiap melaksanakan sesuatu yang akan mengakhiri hidupnya.
Sambil tidak percaya, Andi dan Doni mulai bercerita.
"Hahaha, saya tidak percaya kau benar-benar tiba ke daerah ini Vian."
"Sharif benar-benar cerdas"
"Tidak kusangka bila Sharif tahu bahwa Vian niscaya curiga dengan dirinya, dan akan pergi jauh-jauh untuk menyelamatkan kita"
Doni mengambarkan sebuah buku catatan berisi planning pembunuhan teman-temannya. Meskipun tidak mempunyai nama, namun ia tahu itu bukan goresan pena Doni maupun Andi, tapi merupakan goresan pena Sharif.
Semua terlihat terang sekarang. Aku bisa melihat final hidupku dimataku. Aku berusaha memejamkan mata berharap semua ini berakhir.
Tiba-tiba polisi tiba dari banyak sekali penjuru. Seolah mengetahui apa yang Andi dan Doni lakukan berikutnya, mereka segera menyergap dan menangkan Andi dan Doni.
Rupanya Sharif membeberkan semuanya, ia sedang dalam sakit parah.
ACT IV
Semua terlihat terang sekarang. Aku bisa melihat final hidupku dimataku. Aku berusaha memejamkan mata berharap semua ini berakhir.
Tiba-tiba polisi tiba dari banyak sekali penjuru. Seolah mengetahui apa yang Andi dan Doni lakukan berikutnya, mereka segera menyergap dan menangkan Andi dan Doni.
Rupanya Sharif membeberkan semuanya, ia sedang dalam sakit parah. Dan di final hidupnya setidaknya ia ingin berubat kebaikan.
Andi dan Doni telah mengancam akan membeberkan dan membunuh Sharif, tapi ia tidak tahan lagi hingga sekarang. Buku yang Andi dan Doni temukan merupakan planning yang ia ingin laksanakan, namun ia tahu bagaimanapun caranya ia tidak mungkin melaksanakan hal tersebut. Dia lebih baik baik merasa sendirian daripada melihat temannya mati.
No comments:
Post a Comment