Berbagai jenis limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dari perjuangan dan/atau kegiatan yang dibuang eksklusif ke media lingkungan (tanah/air) tanpa pengolahan terlebih dahulu merupakan sumber pencemaran dan perusakan lingkungan yang bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Pasal 20 ayat (3) bahwa setiap orang diperbolehkan untuk membuang limbah ke media lingkungan hidup dengan persyaratan :
a). memenuhi baku mutu (BM) lingkungan hidup dan
b). menerima izin dari menteri, gubernur, bupati/walikota sesuai kewenangannya,
serta PP Nomor 18/1999 Pasal 3 yang menyatakan setiap orang yang melaksanakan perjuangan dan/atau kegiatan yang menghasilkan limbah B3 dihentikan membuang limbah B3 yang dihasilkan itu secara eksklusif ke dalam media lingkungan hidup, tanpa pengolahan terlebih dahulu.
Untuk menghindari terjadinya dampak akhir dari limbah B3 diharapkan suatu sistem pengelolaan yang terintegrasi dan berkesinambungan. Upaya pengelolaan limbah B3 tersebut merupakan salah satu perjuangan dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup.
Pengelolaan limbah B3 (menurut hukum dalam PP No. 18 tahun 1999) merupakan rangkaian kegiatan yang meliputi reduksi, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, dan penimbunan limbah.
Upaya pengelolaan limbah B3 sanggup dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:
1. Reduksi limbah dengan mengoptimalkan penyimpanan materi baku dalam proses kegiatan atau house keeping, substitusi bahan, modifikasi proses, maupun upaya reduksi lainnya.
2. Pengemasan dilakukan dengan penyimbolan dan pelabelan yang menawarkan karakteristik dan jenis limbah B3 berdasarkan pola Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor : Kep-05/Bapedal/09/1995.
Pengemasan limbah B3 dilakukan sesuai dengan karakteristik limbah yang bersangkutan. Secara umum sanggup dikatakan bahwa kemasan limbah B3 harus mempunyai kondisi yang baik, bebas dari karat dan kebocoran, serta harus dibentuk dari materi yang tidak bereaksi dengan limbah yang disimpan di dalamnya. Untuk limbah yang gampang meledak, kemasan harus dibentuk rangkap di mana kemasan bab dalam harus sanggup menahan semoga zat tidak bergerak dan bisa menahan kenaikan tekanan dari dalam atau dari luar kemasan. Limbah yang bersifat self-reactive dan peroksida organik juga mempunyai persyaratan khusus dalam pengemasannya. Pembantalan kemasan limbah jenis tersebut harus dibentuk dari materi yang tidak gampang terbakar dan tidak mengalami penguraian atau dekomposisi ketika bekerjasama dengan limbah. Jumlah yang dikemas pun terbatas sebesar maksimum 50 kg per kemasan sedangkan limbah yang mempunyai acara rendah biasanya sanggup dikemas sampai 400 kg per kemasan.
3. Penyimpanan sanggup dilakukan di kawasan yang sesuai dengan persyaratan yang berlaku pola Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor: Kep-01l/Bapedal/09/1995.
Limbah B3 yang diproduksi dari sebuah unit produksi dalam sebuah pabrik harus disimpan dengan perlakuan khusus sebelum risikonya diolah di unit pengolahan limbah. Penyimpanan harus dilakukan dengan sistem blok dan tiap blok terdiri atas 2×2 kemasan. Limbah-limbah harus diletakkan dan harus dihindari adanya kontak antara limbah yang tidak kompatibel. Bangunan penyimpan limbah harus dibentuk dengan lantai kedap air, tidak bergelombang, dan melandai ke arah kolam penampung dengan kemiringan maksimal 1%. Bangunan juga harus mempunyai ventilasi yang baik, terlindung dari masuknya air hujan, dibentuk tanpa plafon, dan dilengkapi dengan sistem penangkal petir. Limbah yang bersifat reaktif atau korosif memerlukan bangunan penyimpan yang mempunyai konstruksi dinding yang gampang dilepas untuk memudahkan keadaan darurat dan dibentuk dari materi konstruksi yang tahan api dan korosi.
4. Pengumpulan dapat dilakukan dengan memenuhi persyaratan pada ketentuan Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor: Kep-01/Bapedal/09/1995 yang menitikberatkan pada ketentuan ihwal karakteristik limbah, akomodasi laboratorium, perlengkapan penanggulangan kecelakaan, maupun lokasi.
5. Pengangkutan perlu dilengkapi dengan dokumen pengangkutan dan ketentuan teknis pengangkutan.
Mengenai pengangkutan limbah B3, Pemerintah Indonesia belum mempunyai peraturan pengangkutan limbah B3 sampai tahun 2002. Peraturan pengangkutan yang menjadi pola ialah peraturan pengangkutan di Amerika Serikat. Peraturan tersebut terkait dengan hal dukungan label, analisa huruf limbah, pengemasan khusus, dan sebagainya. Persyaratan yang harus dipenuhi kemasan di antaranya ialah apabila terjadi kecelakaan dalam kondisi pengangkutan yang normal, tidak terjadi kebocoran limbah ke lingkungan dalam jumlah yang berarti. Selain itu, kemasan harus mempunyai kualitas yang cukup semoga efektifitas kemasan tidak berkurang selama pengangkutan. Limbah gas yang gampang terbakar harus dilengkapi dengan head shields pada kemasannya sebagai pelindung dan pemanis pelindung panas untuk mencegah kenaikan suhu yang cepat. Di Amerika juga diperlakukan rute pengangkutan khusus selain juga adanya kewajiban kelengkapan Material Safety Data Sheets (MSDS) yang ada di setiap truk dan di dinas pemadam kebarakan.
6. Pemanfaatan sanggup dilakukan melalui kegiatan daur ulang (recycle), perolehan kembali (recovery) dan penggunaan kembali (reuse) limbah B3 yang dlihasilkan ataupun bentuk pemanfaatan lainnya.
7. Pengolahan limbah B3 sanggup dilakukan dengan cara thermal, stabilisasi, solidifikasi secara fisika, kimia, maupun biologi dengan cara teknologi higienis atau ramah lingkungan.
8. Penimbunan limbah B3 wajib memenuhi persyaratan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999.
Sumber : http://www.bangazul.com/pengelolaan-limbah-bahan-berbahaya-dan-beracun-b3
- Baca Juga (Pengelolaan Limbah Tambang)
- Baca Juga (Jenis-Jenis Limbah)
No comments:
Post a Comment