Contoh Latar Belakang PTK : “Penerapan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) untuk Meningkatkan Hasil Belajar akseptor didik pada Pokok Bahasan Bilangan Pecahan di Kelas V X Kecamatan X Kabupaten X - Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, perihal Langkah-langkah menciptakan latar belakang sebuah penelitian tindakan kelas atau PTK, bahwa latar belakang ptk merupakan klarifikasi atau balasan atas pertanyaan-pertanyaan berikut :
Untuk itulah maka pada artikel ini akan dipaparkan rujukan sebuah latar belakang penelitian tindakan kelas dengan judul: “Penerapan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) untuk Meningkatkan Hasil Belajar akseptor didik pada Pokok Bahasan Bilangan Pecahan di Kelas V X Kecamatan X Kabupaten X.
Adapun Latar belakang masalahnya yakni sebagai berikut:
Pendidikan merupakan hal penting dalam kelangsungan hidup manusia. Pendidikan akan mencerminkan kualitas sumber daya manusia. Karenanya dibutuhkan kemampuan untuk memperoleh, mengelolah dan memanfaatkan IPTEK tersebut secara proposioanal. Hal yang paling memilih untuk tercapainya pendidikan yang berkualitas yakni proses pembelajaran yang dilaksanakan. Kemampuan ini membutuhkan pemikiran yang sistematis, logis dan kritis yang sanggup dikembangkan melalui pembelajaran matematika.
Matematika yakni salah satu mata pelajaran penting pada semua jenjang pendidikan. Karena pentingnya matematika bagi pendidikan, maka mata pelajaran matematika menempati urutan pertama dalam hal jumlah jam pelajaran. Matematika juga merupakan salah satu komponen dari serangkaian mata pelajaran yang mempunyai peranan penting dalam pendidikan. Namun hingga ketika ini masih banyak akseptor didik yang merasa matematika sebagai mata pelajaran yang sulit, tidak menyenangkan, bahkan momok yang menakutkan. Hal ini dikarenakan masih banyak akseptor didik yang mengalami kesulitan-kesulitan dalam mengerjakan soal-soal matematika.
Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa pendidikan yakni perjuangan sadar dan bersiklus untuk mewujudkan suasana berguru dan proses pembelajaran semoga akseptor didik secara aktif berbagi potensi dirinya untuk mempunyai kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan budpekerti mulia, keterampilan yang dibutuhkan dirinya masyarakat, bangsa, dan negara.
Pendidikan di Indonesia bertujuan untuk berbagi potensi akseptor didik semoga mempunyai kecerdasan, berakhlak mulia serta mempunyai keterampilan yang di perlukan sebagai anggota masyarakat dan warga negara. Salah satu cara yang sanggup dilakukan untuk mencapai tujuan pendidikan yakni reformasi dalam pembelajaran matematika yang telah dicantumkan dalam kurikulum 2006. Dalam Kurikulum 2006 tersebut, disebutkan bahwa mata pelajaran Matematika diberikan kepada semua akseptor didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali akseptor didik kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif, dan kemampuan bekerja sama. Kompetensi tersebut dikembangkan dalam diri akseptor didik, semoga akseptor didik mempunyai kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan info untukbertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif (Depdiknas, 2006: 416).
Johnson dan Myklebust (Abdurahman, 2003: 252) mengemukakan bahwa matematika merupakan bahasa simbolis yang mempunyai fungsi mudah untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan. Dengan kata lain, matematika yakni bekal bagi akseptor didik untuk berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif. Tidak hanya akseptor didik, gurupun juga mengalami mengalami hambatan dalam mengajarkan matematika terkait sifatnya yang abstrak.
Matematika bagi akseptor didik SD berkhasiat untuk kepentingan hidup pada lingkungan, untuk berbagi pola pikir dan untuk mempelajari ilmu-ilmu yang berguna. Salah satu mata pelajaran yang perlu mendapat perhatian lebih yakni matematika, dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya. Hasil berguru akseptor didik dalam mata pelajaran matematika terutama pada pokok bahasan bilangan pecahan selalu rendah. Hal ini biasanya lantaran sebagian besar akseptor didik kurang antusias menerimanya. Peserta didik lebih bersifat pasif, enggan, takut, atau aib untuk mengungkapkan ide-ide atau pun penyelesaian atas soal-soal latihan yang diberikan di depan kelas. Tidak jarang siswa kurang bisa dalam mempelajari matematika terutama dalam pokok bahasan pecahan, alasannya yakni materi pecahan dianggap terlalu sulit, dan angker bahkan dari sebagian mereka ada yang membencinya sehingga matematika dianggap sebagai momok oleh mereka. Hal ini menyebabkan akseptor didik menjadi takut terhadap matematika.
Guru memberikan pelajaran dengan memakai metode cerama atau ekspositori, sementara para siswa mencatatnya pada buku catatan. Dalam proses pembelajaran yang demikian, guru dianggap berhasil apabila sanggup mengelola kelas sedemikian rupa sehingga akseptor didik tertib dan damai dalam mengikuti pelajaran yang disampaikan guru. Guru yang baik yakni guru yang menguasai bahan, dan selama proses pembelajaran bisa memberikan materi tanpa melihat buku pelajaran. Tujuan pendidikan matematika kepada akseptor didik di sekolah ialah untuk menawarkan kepada setiap individu pengetahuan yang sanggup membantu mereka untuk mengatasi banyak sekali hal dalam kehidupan menyerupai pendidikan atau pekerjaan, kehidupan pribadi, kehidupan sosial, dan kehidupan sebagai warga negara.
Suatu pengetahuan akan menjadi bermakana bagi akseptor didik bila proses pembelajaran dilaksanakan dalam suatu kontes dalam memakai permasalahan matematika realistik. Suatu persoalan realistik tidak selalu berupa persoalan yang ada di dunia aktual dan bisa ditemukan dalam kehidupan sehari-hari akseptor didik. Suatu persoalan disebut realistik bila persoalan tersebut sanggup dibayangkan atau aktual dalam pikiran akseptor didik. Penggunaan permasalahan realistik dalam pendidikan matematika realistik mempunyai posisi yang jauh berbeda dengan penggunaan permasalahan dalam pendekatan realistik. Dalam pendidikan matematika realistik permasalahan yang dipakai sebagai fondasi dalam membangun konsep matematika.
Permasalahan yang terjadi pada mata pelajaran matematika yaitu terasa sulit lantaran banyak guru matematika mengajarkan matematika dengan materi dan metode yang tidak menarik dimana guru pertanda (teacher telling) sementara murid mencatat. Salah satu penyebab permasalahan tersebut yakni secara umum pendekatan pembelajaran matematika di Indonesia masih memakai pendekatan tradisional atau mekanistik yang menekankan proses, prosedural serta memakai rumus dan algoritma sehingga akseptor didik dilatih mengerjakan soal menyerupai mekanik atau mesin. Pembelajaran matematika menyerupai yang kita alami di kelas-kelas masih menitikberatkan kepada pembelajaran lansung yang pada umumnya didominasi olek guru, akseptor didik masih secara pasif mendapatkan apa yang diberikan guru, umunya hanya satu arah.
Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) merupakan salah satu langkah yang sanggup diambil semoga pembelajaran matematika tidak terkesan sulit. Salah satu yang khas dari PMRI yakni penggunaan “konteks” (masalah kontekstual). Di dalam pendekatan matematika realistik (PMR), pembelajaran harus dimulai dari sesuatu yang riil sehingga akseptor didik sanggup terlibat dalam proses pembelajaran secara bermakna. Dalam proses tersebut tugas guru hanya sebagai pembimbing dan fasilitator bagi akseptor didik dalam proses rekonstruksi ilham dan konsep matematika.
Dalam pendekatan matematika realistik akseptor didik berguru matematisasi persoalan kontekstual. Dengan kata lain akseptor didik mengidentifikasi dan menuntaskan soal matematika secara realistik. Hal ini yakni salah satu upaya dalam rangka memperbaiki mutu pendidikan matematika. Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) ini juga diterapkan semoga sanggup membantu guru khusunya dalam meningkatkan hasil berguru akseptor didik. Selain itu semoga penyajian materi asuh matematika tidak lagi terbatas hanya ceramah dan membaca isi buku, sehingga diharapkan akseptor didik tidak lagi merasa bosan dan jenuh dengan materi pelajaran maka guru hendaknya sanggup menyajikan pembelajaran yang efektif dan efisien, sesuai dengan kurikulum dan pola pikir akseptor didik. Dalam mengajarkan matematika, guru harus memahami keberagaman kemampuan akseptor didik, serta tidak semua mereka menyenangi mata pelajaran matematika.
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka perlu dilakukan penelitian dengan judul “Penerapan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) untuk Meningkatkan Hasil Belajar akseptor didik pada Pokok Bahasan Bilangan Pecahan di Kelas V SDI X Kecamatan X Kabupaten X.”
- Apa yang seharusnya yang diharapkan dari para siswa saya ?2. Apa kenyataan yang ada terkait keinginan tersebut ?
- Apa yang menjadi masalahnya ?
- Apa penyebab (akar) masalahnya ?
- Mengapa persoalan tersebut harus diselesaikan ?
- Bagaimana cara menuntaskan persoalan tersebut ?
Untuk itulah maka pada artikel ini akan dipaparkan rujukan sebuah latar belakang penelitian tindakan kelas dengan judul: “Penerapan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) untuk Meningkatkan Hasil Belajar akseptor didik pada Pokok Bahasan Bilangan Pecahan di Kelas V X Kecamatan X Kabupaten X.
Adapun Latar belakang masalahnya yakni sebagai berikut:
Pendidikan merupakan hal penting dalam kelangsungan hidup manusia. Pendidikan akan mencerminkan kualitas sumber daya manusia. Karenanya dibutuhkan kemampuan untuk memperoleh, mengelolah dan memanfaatkan IPTEK tersebut secara proposioanal. Hal yang paling memilih untuk tercapainya pendidikan yang berkualitas yakni proses pembelajaran yang dilaksanakan. Kemampuan ini membutuhkan pemikiran yang sistematis, logis dan kritis yang sanggup dikembangkan melalui pembelajaran matematika.
Matematika yakni salah satu mata pelajaran penting pada semua jenjang pendidikan. Karena pentingnya matematika bagi pendidikan, maka mata pelajaran matematika menempati urutan pertama dalam hal jumlah jam pelajaran. Matematika juga merupakan salah satu komponen dari serangkaian mata pelajaran yang mempunyai peranan penting dalam pendidikan. Namun hingga ketika ini masih banyak akseptor didik yang merasa matematika sebagai mata pelajaran yang sulit, tidak menyenangkan, bahkan momok yang menakutkan. Hal ini dikarenakan masih banyak akseptor didik yang mengalami kesulitan-kesulitan dalam mengerjakan soal-soal matematika.
Gambar Kegiatan Pembelajaran dari salah satu acara Penelitian Tindakan Kelas |
Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa pendidikan yakni perjuangan sadar dan bersiklus untuk mewujudkan suasana berguru dan proses pembelajaran semoga akseptor didik secara aktif berbagi potensi dirinya untuk mempunyai kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan budpekerti mulia, keterampilan yang dibutuhkan dirinya masyarakat, bangsa, dan negara.
Pendidikan di Indonesia bertujuan untuk berbagi potensi akseptor didik semoga mempunyai kecerdasan, berakhlak mulia serta mempunyai keterampilan yang di perlukan sebagai anggota masyarakat dan warga negara. Salah satu cara yang sanggup dilakukan untuk mencapai tujuan pendidikan yakni reformasi dalam pembelajaran matematika yang telah dicantumkan dalam kurikulum 2006. Dalam Kurikulum 2006 tersebut, disebutkan bahwa mata pelajaran Matematika diberikan kepada semua akseptor didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali akseptor didik kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif, dan kemampuan bekerja sama. Kompetensi tersebut dikembangkan dalam diri akseptor didik, semoga akseptor didik mempunyai kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan info untukbertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif (Depdiknas, 2006: 416).
Johnson dan Myklebust (Abdurahman, 2003: 252) mengemukakan bahwa matematika merupakan bahasa simbolis yang mempunyai fungsi mudah untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan. Dengan kata lain, matematika yakni bekal bagi akseptor didik untuk berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif. Tidak hanya akseptor didik, gurupun juga mengalami mengalami hambatan dalam mengajarkan matematika terkait sifatnya yang abstrak.
Matematika bagi akseptor didik SD berkhasiat untuk kepentingan hidup pada lingkungan, untuk berbagi pola pikir dan untuk mempelajari ilmu-ilmu yang berguna. Salah satu mata pelajaran yang perlu mendapat perhatian lebih yakni matematika, dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya. Hasil berguru akseptor didik dalam mata pelajaran matematika terutama pada pokok bahasan bilangan pecahan selalu rendah. Hal ini biasanya lantaran sebagian besar akseptor didik kurang antusias menerimanya. Peserta didik lebih bersifat pasif, enggan, takut, atau aib untuk mengungkapkan ide-ide atau pun penyelesaian atas soal-soal latihan yang diberikan di depan kelas. Tidak jarang siswa kurang bisa dalam mempelajari matematika terutama dalam pokok bahasan pecahan, alasannya yakni materi pecahan dianggap terlalu sulit, dan angker bahkan dari sebagian mereka ada yang membencinya sehingga matematika dianggap sebagai momok oleh mereka. Hal ini menyebabkan akseptor didik menjadi takut terhadap matematika.
Guru memberikan pelajaran dengan memakai metode cerama atau ekspositori, sementara para siswa mencatatnya pada buku catatan. Dalam proses pembelajaran yang demikian, guru dianggap berhasil apabila sanggup mengelola kelas sedemikian rupa sehingga akseptor didik tertib dan damai dalam mengikuti pelajaran yang disampaikan guru. Guru yang baik yakni guru yang menguasai bahan, dan selama proses pembelajaran bisa memberikan materi tanpa melihat buku pelajaran. Tujuan pendidikan matematika kepada akseptor didik di sekolah ialah untuk menawarkan kepada setiap individu pengetahuan yang sanggup membantu mereka untuk mengatasi banyak sekali hal dalam kehidupan menyerupai pendidikan atau pekerjaan, kehidupan pribadi, kehidupan sosial, dan kehidupan sebagai warga negara.
Suatu pengetahuan akan menjadi bermakana bagi akseptor didik bila proses pembelajaran dilaksanakan dalam suatu kontes dalam memakai permasalahan matematika realistik. Suatu persoalan realistik tidak selalu berupa persoalan yang ada di dunia aktual dan bisa ditemukan dalam kehidupan sehari-hari akseptor didik. Suatu persoalan disebut realistik bila persoalan tersebut sanggup dibayangkan atau aktual dalam pikiran akseptor didik. Penggunaan permasalahan realistik dalam pendidikan matematika realistik mempunyai posisi yang jauh berbeda dengan penggunaan permasalahan dalam pendekatan realistik. Dalam pendidikan matematika realistik permasalahan yang dipakai sebagai fondasi dalam membangun konsep matematika.
Permasalahan yang terjadi pada mata pelajaran matematika yaitu terasa sulit lantaran banyak guru matematika mengajarkan matematika dengan materi dan metode yang tidak menarik dimana guru pertanda (teacher telling) sementara murid mencatat. Salah satu penyebab permasalahan tersebut yakni secara umum pendekatan pembelajaran matematika di Indonesia masih memakai pendekatan tradisional atau mekanistik yang menekankan proses, prosedural serta memakai rumus dan algoritma sehingga akseptor didik dilatih mengerjakan soal menyerupai mekanik atau mesin. Pembelajaran matematika menyerupai yang kita alami di kelas-kelas masih menitikberatkan kepada pembelajaran lansung yang pada umumnya didominasi olek guru, akseptor didik masih secara pasif mendapatkan apa yang diberikan guru, umunya hanya satu arah.
Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) merupakan salah satu langkah yang sanggup diambil semoga pembelajaran matematika tidak terkesan sulit. Salah satu yang khas dari PMRI yakni penggunaan “konteks” (masalah kontekstual). Di dalam pendekatan matematika realistik (PMR), pembelajaran harus dimulai dari sesuatu yang riil sehingga akseptor didik sanggup terlibat dalam proses pembelajaran secara bermakna. Dalam proses tersebut tugas guru hanya sebagai pembimbing dan fasilitator bagi akseptor didik dalam proses rekonstruksi ilham dan konsep matematika.
Dalam pendekatan matematika realistik akseptor didik berguru matematisasi persoalan kontekstual. Dengan kata lain akseptor didik mengidentifikasi dan menuntaskan soal matematika secara realistik. Hal ini yakni salah satu upaya dalam rangka memperbaiki mutu pendidikan matematika. Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) ini juga diterapkan semoga sanggup membantu guru khusunya dalam meningkatkan hasil berguru akseptor didik. Selain itu semoga penyajian materi asuh matematika tidak lagi terbatas hanya ceramah dan membaca isi buku, sehingga diharapkan akseptor didik tidak lagi merasa bosan dan jenuh dengan materi pelajaran maka guru hendaknya sanggup menyajikan pembelajaran yang efektif dan efisien, sesuai dengan kurikulum dan pola pikir akseptor didik. Dalam mengajarkan matematika, guru harus memahami keberagaman kemampuan akseptor didik, serta tidak semua mereka menyenangi mata pelajaran matematika.
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka perlu dilakukan penelitian dengan judul “Penerapan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) untuk Meningkatkan Hasil Belajar akseptor didik pada Pokok Bahasan Bilangan Pecahan di Kelas V SDI X Kecamatan X Kabupaten X.”
No comments:
Post a Comment